Senin, 22 Oktober 2012

Ust. H. Miftah Fauzi Rakhmat   
           Kita awali pagi 10 dzulhijjah dengan memanjatkan syukur ke hadirat ilahi. Puji bagi dia, yang telah memanjangkan umur kita, yang telah memberikan kita tambahan usia, sehingga ‘id, hari raya demi hari raya, kita lalui dalam limpahan nikmat-Nya yang tak terhingga. Puji bagi dia, yang telah mempercayai kita, untuk mengelola setiap detik dan tarikan nafas dalam hidup kita, dengan harapan setiap detik akan mendekatkan kita kepada Tuhan, dan setiap tarikan nafas membersihkan kita dari dosa dan kemaksiatan.
 
            Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada kekasih junjungan alam, Nabi besar Muhammad SAW, kelurga beliau yang disucikan, dan para sahabat serta tabi’in yang mengikuti jalan beliau dalam kecintaan.

             Kita awali hari yang suci ini dengan membesarkan asma ilahi. Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar wa lillahil hamd. sehari yang lalu, di padang arafah, saudara-saudara kita yang berada di tanah suci, mengakui kelemahan dan kerendahan dirinya, memohonkan ampun atas setiap dosa yang diperbuatnya. Mengikuti jemaah haji, marilah kita sampaikan ‘arafah kita, kita sampaikan pengakuan kita di hadapan Allah swt:

Minggu, 29 Juli 2012


Di dalam ayat-ayat Alqur’an maupun sunnah nabi yang merupakan sumber utama ajaran islam, terkandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dulu, kini dan akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kemerdekaan, kesetaraan dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi diantara umat manusia. Berikut ini beberapa hal yang perlu diketahui mengenai kesetaraan jender dalam Al-quran.

1. Apa yang Dimaksud dengan Istilah "Jender"?

Jender adalah pandangan atau keyakinan yang dibentuk masyarakat tentang bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki bertingkah laku maupun berpikir. Misalnya Pandangan bahwa seorang perempuan ideal harus pandai memasak, pandai merawat diri, lemah-lembut, atau keyakinan bahwa perempuan adalah mahluk yang sensitif, emosional, selalu memakai perasaan. Sebaliknya seorang laki-laki sering dilukiskan berjiwa pemimpin, pelindung, kepala rumah-tangga, rasional, tegas dan sebagainya.

Oleh Yasraf Amir Piliang

            TULISAN Rizal Mallarangeng di Harian Kompas (19 Januari 2000) yang berjudul Konflik Maluku dan Reorientasi Ilmu Sosial secara menarik menyoroti tentang peran ilmuwan sosial dalam berbagai peristiwa konflik yang terjadi di Tanah Air akhir-akhir ini, khususnya konflik Ambon.
            Ia menyimpulkan bahwa peran ilmuwan sosial tersebut sangat timpang, yaitu terlalu terperangkapnya mereka di dalam retorika-retorika ilmiah yang bersifat umum dan makro, dengan argumen ilmiah yang bersifat stereotip dan tautologis, sehingga melupakan mereka pada persoalan-persoalan sosial mikro yang justru sangat penting dalam menyingkap realitas konflik sosial yang sesungguhnya.
            Usulan Mallarangeng agar digalakkan penelitian-penelitian mikro terhadap berbagai bentuk konflik tersebut perlu disambut dengan baik. Akan tetapi, tentunya dengan usulan ini tidak berarti bahwa telah tertutup pintu bagi berbagai 'cara melihat' (point of view) yang lain terhadap berbagai fenomena konflik sosial tersebut.

Kamis, 26 Juli 2012


Memilih "Kiai Makshum"
Kalau begitu Anda sering dong, bersilaturahim ke para kiai? Bagaimana Anda menyaring sebegitu banyaknya macam kiai. Misalnya, bagaimana cara Anda memilih antara "kiai makshum" dengan "kiai kadonyan"?
Tidak ada kiai yang ma'shum. Hanya Nabi yang ma'shum. Yang ada paling kiai konsisten, lumayan konsisten, kurang konsisten, tidak konsisten, atau tidk ada kaitannya dengan konsisten atau tidak.

Ada anggapan bahwa shalawatan yang Anda kerjakan bersama teman-teman Hamas (Himpunan Masyarakat Shalawat) itu hanya romantisme saja, tidak bisa menyelesaikan masalah.
Baiklah. Ini soal "ingin" dulu ya. Sudah hampir tidak ada orang yang percaya, bahwa ada manusia yang tidak berkeinginan. Tidak hanya ingin rujak, ingin soto, tapi yang lebih besar dari itu. Tidak ingin jadi bupati, presiden, tidak ingin kaya, tidak ingin kaya.
Masalahnya begini, sekarang kalau Anda hitung secara matematik, kalau kita berkeinginan, kalau manusia berkeinginan, kan belum tentu tercapai. Kalau Tuhan berkeinginan pasti akan tercapai. Kita ada ini kan yang menjadi dasar adalah keinginan Tuhan, iradah Allah, maka kita ada. Tuhan menginginkan kita tidak sekadar ada saja, tetapi menjadi, mempunyai, ke mana, kenapa dan lain sebagainya. Lengkap. Seperti juga kalau kita merumuskan seperti itu. Tapi sekali lagi kalau kita yang menggerakkannya kan kita tidak pasti berhasil, tetapi kalau Tuhan kan pasti berhasil.
Masalahnya apakah ini jabariyah? Apakah ini saya "manut" 100% sama Tuhan? Jawabnya, kita berbagi sama Tuhan. Kalau Tuhan mengatakan, "Mainlah sepak bola!" Nah saya belajar bagaimana menendang, bagaimana menggiring, ngoper, mencetak gawang dan lain sebagainya. Nah, itu adalah kerja sama antara Tuhan dengan manusia atau pembagian tugas antara Tuhan dengan manusia.

Senin, 23 Juli 2012


Enam tahun kemudian, ayahnya dicopot dari posisinya sebagai pegawai dan dijebloskan di penjara karena dituduh korupsi, sehingga Antonio bersama ibunya harus perpindah ke kota lain dan hidup mereka menjadi agak sulit. Selama masih anak, dia jatuh dan menjadi cacat, dan seumur hidup dia kurang sehat.
Sewaktu mahasiswa di Cagliari dia menemui golongan buruh dan kelompok sosialis untuk pertama kalinya. Tahun 1911 dia mendapatkan beasiswa untuk belajar di Universitas Turino. Kebetulan sekali Palmiro Togliatti, yang kelak menjadi Sekertaris Jendral Partai Komunis Italia (PCI), mendapatkan beasiswa yang sama. Di Universitas tersebut Gramsci juga berkenalan dengan Angelo Tasca dan sejumlah mahasiswa lainnya yang kemudian berperan besar dalam gerakan sosialis dan komunis di Italia.
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!