Jumat, 15 Juni 2012


 
Kekuasaan, menurut pakar sosiologi – politik, berasal dari lima sumber, yaitu :

1. Kekuatan (kekerasan) fisik;

2. Kedudukan atau jabatan;

3. Kekayaan;

4. Kepercayaan atau keyakinan;

5. Ketrampilan dan keahlian.

B. Sumber Kekuasaan Administrasi Negaera
Pembahasan sumber kekuasaan negara ini akan sangat menarik apa bila
kita coba elaborasi dari paham-paham yang pernah ada, sumber kekuasaan negara taupun kekuasaan yang dimiliki penguasa (penyelenggara) negara, dapat dipahami melalui lima teori (paham) kedaulatan. Kelima paham diatas, sumber kekuasaan negara taupun kekuasaan yang dimiliki penguasa (penyelenggara) negara, dapat dipahami melalui lima teori (paham) kedaulatan. Kelima paham kedaulatan tersebut adalah :

1 Paham Kedaulatan Tuhan

Terdapat daua klasifikaasi paham kedaulatan Tuhan, yang masing-masingnya diwakili oleh pandangan Augustinus (klasik) serta Thomas Aquinas (hukum moderat; modern). Meski menyiratkan perbedaan tertentu, namun kedua mengasumsikan bahwa kekuasaan negara adalah berasal dari Sang Pencipta (Tuhan). Sebagai konsekuensi logisnya, masyarakat berhak menolak (tidak mentaati) berbagai perintah dari penguasa yang melanggar ketentuan atau norma moral dan keadilan yang dikehendaki oleh Tuhan Allah;

2 Paham Kedaulatan Raja 11

Kekuasaan dimiliki oleh penguasa negara (raja) karena keabsolutan negara, yang digambarkan Thomas Hobbes sebagai “leviathan” – makhluk yang kaut tanpa tandingan. Oleh sebab itu negara dapat memastikan dan memaksakan ketaatan masyarakat terhadap berbagai peraturan yang ditetapkannya. Keabsolutan sifat dari negara mengakibatkan warga masyarakat sama sekali tidak memiliki hak apapun terhadap negara;

3 Paham Kedaulatan Negara
Menurut paham kedaulatan negara, bahwa kekuasaan yang terdapat di dalam negara merupakan resultan dari kodrat alam. Oleh inspirator paham ini – antara lain, George Jellineck dan Paul Laband – dikemukakan bahwa kekuasaan penguasa adalah yang tertinggi. Setiap perintah dari penguasa negara yang dimanisfestasikan

11 Franz Magnis Suseno, Kuasa dan Moral, Gramedia, Jakrta, 1988, hlm. 11


dalam hukum haruslah ditaati oleh masyarakat;

4 Paham Kedaulatan Rakyat

Paham ini dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau, John Locke dan Montesquieu. Secara garis besarnya, menurut mereka, kekuasaan negara yang diselenggarakan oleh para penguasa adalah berasal dari rakyat. Hal tersebut dinmungkinkan karena negara pada hakekatnya adalah produk dari perjanjian di antara masyarakat. Sebagai konsekuensinya, bahwa setiap hukum akan mengikat sepanjang itu disetujui oleh rakyat;

5 Paham Kedaulatan Hukum
Kekuasaan tertinggi di dalam negara, menurut paham yang dipelopori oleh Immanuel Kant serta Leon Duguit, bukan bersumber dari Allah, Raja, Negara ataupun Rakyat. Segala kekuasaan negara yang diselenggarakan penguasa maupun oleh rakyat, pada dasarnya berasal dari hukum. Konsokuensinya, bahwa kekuasaan yang diperoleh tidak berdasarkan hukum dipandang tidak sah dan tidak perlu ditaati.

2. Sumber hukum dalam arti formil

Yang dimaksud dengan sumber hukum dalam arti formal di Indonesia sesuai dengan yang diatur dalam Tap MPR No.XX/MPR/1966 adalah UUD ’45, Undang-Undang/ Perpu, PP, Keppres dan peraturan lain yang berada di bawahnya. Meski demikian, susunan perundang-undangan itu mengalami perubahan dengan dikeluarkannya UU no.10/2004 yang pasal 7-nya mengatur susunan perundangan yang baru, yaitu:
1.UUD’45
2.UU/Perpu
3.PP
4.Peraturan Presiden
5.Perda

2.1 UUD 1945

Undang-undang Dasar 1945 ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berlaku hingga tanggal 27 Desember 1949 saat berlakunya Konstitusi RIS. UUD’45 baru berlaku kembali pada tahun 1959 seiring dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang salah satu isinya adalah “Kembali pada UUD’45” sekaligus menyatakan bahwa UUD 1950 tidak berlaku lagi. Hingga saat ini UUD’45 telah mengalami Amandemen sebanyak 4 kali seiring dengan perkembangan dinamika kenegaraan di Indonesia.
Seperti layaknya sebuah konstitusi pada umumnya, UUD’45 mengatur 3 hal yang bersifat pokok dan beberapa di antaranya adalah unsure-unsur berkaitan dengan unsur-unsur dari pembentuk suatu Negara hukum. 3 Unsur dalam UUD’45 itu meliputi:
1. Jaminan atas HAM
2. Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar
3. Pembatasan dan pembagian tugas ketatanegaraan yang sifatnya mendasar..
UUD’45 juga mengatur hal-hal mendasar tentang dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga dapat dikatakan bahwa UUD’45 adalah semacam “streefgrondwet”.
2.8 Hukum Internasional

Menurut Mochtar Kusumaatmaja, yang dimaksud dengan hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara, yaitu:
a. antar Negara dengan Negara
b. antar subjek hukum lain bukan Negara satu sama lain.
Sumber-sumber hukum internasional yang tertulis dalam pasal 38 ayat (1) Piagan PBB meliputi:
a. perjanjian-perjanjian internasional
b. Kebiasaan internasional
c. prinsip-prinsip hukum umum
d. keputusan atau ajaran-ajaran dari sarjana terkemuka

2.9 Keputusan Tata Usaha Negara

Ada dua macam perbuatan administratif Negara, yaitu:
1. perbuatan hukum (rechthandelingen)
2. perbuatan nyata (feitelijke handelingen)
Menurut sistem hukum Indonesia yang mengenal hukum privat dengan hukum publik, perbuatan hukum terdiri atas:
1. Perbuatan hukum perdata
2. Perbuatan hukum publik
Perbuatan hukum publik dibedakan menjadi dua macam:
1. Perbuatan hukum publik bersegi 1
2. Perbuatan hukum publik bersegi 2
Yang dimaksud dengan perbuatan hukum publik bersegi satu adalah perbuatan hukum publik yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan kekuasaannya yang istimewa. Perbuatan ini dikenal dengan nama keputusa (beschikking). Keputusan semacam ini dibuat untuk menyelenggarakan hubungan antara alat-alat perlengkapan Negara yang membuatnya dengan seorang partikelir.
Perbuatan hukum bersegi dua dibenarkan oleh beberapa ahli seperti Van det Pot dan A.M Donner. Perbuatan hukum jenis ini merupakan perbuatan hukum yang diadakan oleh seorang partikelir dengan pemerintah selaku pihak yang memberi pekerjaan. Perbuatan seperti ini diatur oleh suatu hukum istimewa ,yaitu HAN.

2.10 Doktrin

Doktrin adalah pendapat-pendapat para pakar dalam bidang keahliannya masing-masing yang berpengaruh. Pendapat ini umumnya sering digunakan sebagai bahan rujukan dalam mengambil keputusan, terutama oleh Hakim dalam memutus suatu perkara.

3. Sumber Hukum dalam Pengertian Sosiogis

Yang mendapat suatu penekanan khusus dalam sumber hukum ini terletak pada factor-faktor apa saja yang menentukan isi yang sesungguhnya dari hukum. Faktor-faktor sosiologis itu ada bermacam-macam, misal:
1. Kondisi sosial-ekonomis menentukan isi perundang-undangan yang
berhubungan dengannya seperti UU naker
2. Kondisi politik Negara menentukan perundang-undangan yang
berhubungan dengannya seperti UU pemilu.

4. Sumber hukum dalam pengertian sejarah

Sumber hukum dalam pengertian sejarah memilii 2 makna :
1. Sebagai sumber pengenal dari hukum yang berlaku pada saat
tertentu.
2. Sebagai sumber tempat asal pembuat undang-undang menggalinya
dalam penyusunan suatu aturan yang berdasarkan undang-undang.
Sumber hukum ini merupakan suatu sumber hukum yang paling dipentingkan
2. SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pada umumnya, dapat dibedakan menjadi dua :
a. Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah hukum. Sumber hukum material ini berasal dari peristiwa-peristiwa dalam pergaulan masyarakat dan peristiwa-peristiwa itu dapat mempengaruhi bahkan menentukan sikap manusia.
b. Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu. Agar berlaku umum, suatu kaidah harus diberi bentuk sehingga pemerintah dapat mempertahankannya.
B. Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil
Sumber hukum, dapat dibagi atas dua yaitu: Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formil. Sumber Hukum Materiil yaitu factor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi sejarah, filsafat, agama, sosiologi, dll. Sedangkan Sumber Hukum Formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terbentuknya hukum, ada beberapa bentuk hukum yaitu undang-undang, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, traktat.
Menurut Algra sebagaimana dikutip oleh Sudikno (1986: 63), membagi sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.
1) Sumber Hukum Materiil, ialah tempat dimana hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social politik, situasi social ekonomi, pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis. Contoh: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulna hukum. Sedangkan bagi seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat.
2) Sumber Hukum Formal, ialah tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara formal.
Van Apeldoorn dalam R. Soeroso (2005:118), membedakan empat macam sumber hukum, yaitu:
1) Sumber hukum dalam arti sejarah, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum dalam arti sejarah ini dibagi menjadi dua yaitu:
a. Sumber hukum yang merupakan tempat dapat diketemukan atau dikenalnya hukum secara historis, dokumen-dokumen kuno, lontar dan sebagainya.
b. Sumber hukum yang merupakan tempat pembentukan undang-undang mengambil bahannya.
2) Sumber hukum dalam arti sosiologis (teleologis) merupakan faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, dan sebagainya.
3) Sumber hukum dalam arti filosofis, dibagi menjadi dua yaitu:
a. Sumber isi hukum, disini ditanyakan isi hukum itu asalnya dari mana. Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab tantangan pertanyaan ini yaitu:
1. Pandangan teoritis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari Tuhan
2. Pandangan hukum kodrat, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari akal manusia
3. Pandangan mazhab historis, yaitu pandangan bahwa isi hukum berasal dari kesadaran hukum
b. Sumber kekuatan mengikat dari hukum, mengapa hukum mempunyai kekuatan mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum. Kekuatan mengikat dari kaedah hukum bukan semata-mata didasarkan pada kekuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan orang didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan.
4) Sumber hukum dalam arti formil, yaitu sumber hukum yang dilihat dari cara terjadinya hukum positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan masyarakat. Isinya timbul dari kesadaran masyarakat. Agar dapat berupa peraturan tentang tingkah laku harus dituangkan dalam bentuk undang-undang, kebiasaan dan traktat atau perjanjian antar negara.
Marhaenis (1981:46), membedakan sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum ditinjau dari Filosofis Idiologis dan sumber hukum dari segi Yuridis.
1) Sumber Hukum Filosofis Idiologis, ialah sumber hukum yang dilihat dari kepentingan individu, nasional, atau internasional sesuai dengan falsafah dan idiologi (way of life) dari suatu Negara Seperti liberalisme, komunisme, leninisme, Pancasila.
2) Sumber Hukum Yuridis, merupakan penerapan dan penjabaran langsung dari sumber hukum segi filosofis idiologis, yang diadakan pembedaan antara sumber hukum formal dan sumber hukum materiil.
a. Sumber Hukum Materiil, ialah sumber hukum yang dilihat dari segi isinya misalnya: KUHP segi materiilnya ialah mengatur tentang pidana umum, kejahatan, dan pelanggaran. KUHPerdata, dari segi materiilnya mengatur tentang masalah orang sebagai subyek hukum, barang sebagai obyek hukum, perikatan, perjanjian, pembuktian, dan kadaluarsa.
b. Sumber Hukum Formal, adalah sumber hukum dilihat dari segi yuridis dalam arti formal yaitu umber hukum dari segi bentuknya yang lazim terdiri dari: Undang-Undang, Kebiasaan, Traktat, Yurisprudensi, Traktat.


Sebagai sumber hukum formil dari Hukum Administrasi Negara menurut E. Utrecht., ialah:
1. Undang-undang/Hukum Administrasi Negara Tertulis
2. Praktek Administrasi Negara (Hukum Administrasi Negara yang merupakan Hukum Kebiasaan)
3. Yurisprudensi baik keputusan yang diberi kesempatan banding (oleh Hakim ataupun yang tidak ada banding oleh Administrasi negara tersebut)
4. Doktrin/Pendapat para ahli Hukum Administrasi Negara
Utrecht (1966:120-122), menyebutkan bahwa: “Hukum kebiasaan ialah kaidah-kaidah yang biarpun tidak ditentukan oleh badan-badan perundang-undangan –dalam suasana “werkelijkheid” (kenyataan) ditaati juga, karena orang sanggup menerima kaidah-kaidah itu sebagai hukum dan telah ternyata kaidah-kaidah tersebut dipertahankan oleh penguasa-penguasa masyarakat lain yang tidak termasuk lingkungan badan-badan perundang-undangan. Dengan demikian hukum kebiasaan itu kaidah yang – biarpun tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan- masih juga sama kuatnya dengan hukum tertulis. Apalagi bilamana kaidah tersebut menerima perhatian dari pihak pemerintah”. Di Indonesia kebiasaan itu diatur dalam beberapa undang-undang yaitu antara lain:
Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan bahwa “Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.
Pasal 1346 KUHPerdata disebutkan bahwa “Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di tempat persetujuan telah dibuat”.
Selanjutnya dalam Pasal 1571 KUHPerdata juga disebutkan bahwa: “Jika perjanjian sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis, maka perjanjian sewa menyewa tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang satu memberitahukan kepada pihak lain bahwa ia hendak menghentikan perjanjian dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat”.





Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!