Sabtu, 16 Juni 2012


Pekerjaan Sosial sebagai Ilmu (Bagian 3)
TEKNOLOGI PEKERJAAN SOSIAL

Mengacu pada kondisi ekologis dimana profesi pekerjaan sosial itu berkembang, serta kondisi permasalahan atau ruanglingkup praktek, maka kemudian berdasarkan paradigma-paradigma serta dasar-dasar keilmuan yang telah dikembagkan pada tataran epistemologinya, dikembangkan berbagai teknologi yang lebih bersifat aplikatif untuk dapat mencapai tujuan, seperti yang telah dikembangkan dalam teleologinya.

Dalam proses intervensi pekerjaan sosial merefleksikan teknologi/ metode yang digunakan oleh pekerja sosial dalam menolong individu, kelompok dan masyarakat. Metode pelayanan langsung (direct services) pekerjaan sosial intervensi dilakukan pada tingkatan individual, keluarga, dan kelompok. Sedangkan metode pelayanan yang tidak langsung (indirect services) intervensi dilakukan pada tingkatan institusi/ organisasi dan masyarakat.

James Whittaker (1974) menggunakan istilah teknologi pertolongan interpersonal/ intervensi sosial dalam pemecahan masalah yang dialami oleh individu maupun komunitas. Intervensi sosial ini merupakan pendekatan pertolongan interpersonal yang menggunakan strategi intervensi langsung dan tidk langsung dalam membantu individu, keluarga dan kelompok kecil untuk memperbaiki fungsi sosial dan mengatasi masalah sosial.

Teknologi dalam pekerjaan sosial mencerminkan cara atau sifat pekerjaan yang dapat membedakan dari jenis pekerjaan yang lain. Pelayanan sosial atau pelayanan manusia (Human Service) pada umumnya memilih sasaran atau objek, pekerjaannya adalah manusia. Sehingga ini sangat mempengaruhi bagaimana pelayanan sosial tersebut dapat dilaksanakan. Pekerjaan sosial adalah pelayanan manusia pada umumnya yang diarahkan pada upaya untuk menentukan, membentuk atau merubah ciri-ciri pribadi dari individu yang dihargai.

Karakteristik yang fundamental dari pelayanan sosial adalah mereka memiliki manusia sebagai bahan bakunya yang akan diproses melalui pelayanan. Ini sangat berbeda dari jenis pelayanan lain yang memiliki objek/sasaran bahan manusia. Sebagaimana kita ketahui, bahan manusia adalah makhluk yang memiliki identitas, moral, sosial dan politik dari mereka adalah “self actuality”, yang respon mereka tidak hanya ditentukan oleh apa yang sedang dilakukan terhadap mereka, tetapi juga dipengaruhi oleh keinginan, motivasi dan pengalaman diri mereka. (Hasenfeld & English, 1974, p.8).

Bekerja dengan orang tidak hanya menyangkut kekaburan secara moral dan sosial, tetapi juga ketidakpastian teknis. Menurut Hasenfeld & English bahwa pelayanan sosial seringkali ditandai oleh teknologi yang relatif tidak pasti, yaitu hubungan antara apa yang mereka lakukan dan hasil yang mereka ingin capai relatif tidak jelas. Ketidakpastian teknik ini disebabkan oleh ketidakjelasan hubungan antara sebab dan akibat. Salah satu alasan menurut Hasenfeld & English untuk ketidakpastian teknologi dari pelayanan sosial adalah bahwa tujuan pelayanan sosial sulit untuk ditentukan dan diukur. Hal ini sebagian disebabkan oleh kecenderungan tujuan tersebut bersifat ideologi, yaitu bahwa mereka pada hakekatnya adalah tentang nilai, keyakianan dan norma yang dapat menimbulkan ketidaksepakatan tentang nilai dan norma tersebut.

Menurut Hasenfeld, terdapat beberapa jenis teknologi didalam pelayanan sosial atau pelayanan manusia, yaitu :
1. Teknologi yang memproses orang (people – processing technology)
2. Teknologi yang mendukung orang (people – sustaining technology)
3. Teknologi yang merubah orang (people – changing technology)
4. Teknologi yang mengontrol orang (people – controlling technology)

Teknologi yang memproses orang adalah cara atau aktivitas yang dilakukan pekerja sosial untuk memberikan label atau status tertentu terhadap orang sehingga akan diperlakukan tertentu. Teknologi yang mendukung orang adalah aktivitas pekerja sosial dalam rangka memberikan perawatan atau kesejahteraan personil, tetapi upaya untuk merubah ciri-ciri orang tersebut seperti pelayanan dukungan (support services). Teknologi yang merubah orang adalah aktivitas untuk merubah ciri-ciri pribadi orang dilayani. Dan teknologi yang mengontrol orang adalah aktivitas pelayanan yang fungsi utamanya adalah untuk mengontrol, membatasi atau dalam beberapa hal menekan prilaku tertentu orang contohnya pelayanan koreksional.

Pendekatan pertolongan dalam intervensi pekerjaan sosial yang merefleksikan aplikasi teknologi mengacu pada teori tertentu, dan oleh Neil Thompson (2000) paradigma/pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
Psikodinamik. Teori ini berkaitan dengan konflik internal antara dorongan id dengan kesadaran sosial superego dan dimediasi oleh ego. Pendekatan ini digunakan oleh pekerjaan sosial untuk melihat masalah pekerjaan sosial sebagai konflik antara harapan dan kebutuhan individu dengan hambatan dan keinginanan lingkungan masyarakat.

Psikososial casework. Pandangan yang menekankan pada faktor sosial yang memainkan peran dalam situasi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa praktek intervensi tidak hanya diarahkan pada penyesuaian psikologis tetapi juga berusaha mengubah lingkungan sosial.

Psikologi humanistik. Fokus pada potensi manusia dan hambatan psiko sosial yang ada. Manusia hakekatnya adalah baik dan kan cenderung menjadi buruk ketika keadaan mengancam potensi manusia. Pekerjaan sosial dengan mengacu pandangan ini adalah berorientasi membebaskan orang dari hambatan ini sehingga kebaikan manusi yang alamiah dapat berlangsung.

Pekerjaan sosial tingkah laku. Ide dasar dibelakang pekerjaan sosial tingkah laku adalah bahwa tingkah laku dipelajari melalui sejumlah kecil proses psikologis (sebagai contoh penguatan). Masalah berkaitan dengan tingkah laku dapat dipecahkan melalui intervensi yang mengubah proses belajar sehingga tingkah laku bermasalah dapat dikurangi atau dihilangkan sementara tingkah laku positif diperkuat.

Teori sistem. Dengan pendekatan ini situasi pekerjaan sosial dipahami sebagai seperangkat sistem sosial yang berkaitan ( sistem keluarga, ketetanggaan, dsb). Tugas pekerjaan sosial memahami interaksi sistem tersebut dan masalah yang muncul sehingga pola sistem dapat diubah dan masalah dapat dipecahkan. Terapi keluarga banyak menggunakan pendekatan ini. Penekanan adalah pada perubahan sistem keluarga sebagai kesatuan tidak bekerja pada faktor individu saja.

Pekerjaan Sosial Radikal. Pendekatan ini berkembang karena ketidakpuasan terhadap pendekatan yang menghasilkan perubahan sedikit pada faktor sosial khususnya kemiskinan. Fokus radikal pekerjaan sosial adalah politisasi; menolong klien mengembangkan kesadaran bagaimana masalah mereka dihubungkan faktor sosial dan politik, sehingga mereka dapat berkontribusi dalam proses perubahan sosial radikal. Terdapat unsur pekerjaan sosial radikal yang ditemukan dalam pendekatan modern seperti pemberdayaan dan emansipasi/ kesetaraan.
Praktek Emansipasi. Pendekatan emansipasi pada pekerjaan sosial berkaitan dengan kepedulian terhadap penekanan (opresi) atau diskriminasi. Fokus pekerjaan sosial adalah memberdayakan klien untuk mengatasi ketidakberuntungan yang mereka alami sebagai hasil sikap negatif terhadap mereka.

Metode intervensi yang digunakan dalam praktek pekerjaan sosial pada hakekatnya merefleksikan teknologi yang digunakan dalam proses pertolongan bagi individu maupun komunitas. Metode intervensi tidaklah bersifat berdiri sendiri terlepas antara satu metode satu dengan lain dalam memecahkan masalah sosial baik pada tingkat individu, kelompok maupun masyarakat.

Heron dalam Thompson (2000) menggambarkan 6 kategori dalam memahami bentuk-bentuk intervensi pekerjaan sosial, yaitu:
• Preskriptif. Intervensi ini meliputi pengarahan tingkah laku individu yang menjadi fokus perhatian. Hal ini disertai dengan mandat intervensi yang diperoleh dari pengadilan.
• Informatif. Dasar intervensi informatif adalah menyediakan informasi sehingga menolong orang dapat memahami situasi mereka.
• Konfrontasi. Intervensi untuk membawa perhatian klien terhadap situasi yang tidak ingin dihadapinya. Konfrontasi meliputi penantangan terhadap penolakan.
• Katarsis. Katarsis merupakan proses pelepasan emosi, sebagai contoh menolong orang mengekspresikan kesedihan mereka dengan menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga orang menjadi orang tidak merasa tidak perlu menutupi perasaan mereka.
• Katalitik. Intervensi ini diarahkan pada menolong orang menjadi lebih mandiri dan mengontrol kehidupannya sendiri melalui bentuk pemberdayaan.
• Suportif. Hal ini mengacu pada tindakan yang mendukung bagi klien dan lainnya yang tercakup dalam situasinya.

Thompson (2000) mengemukakan beberapa teknologi/ metode intervensi yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
• Praktek berfokus pada tugas. Hal meliputi bekerja sama untuk: (1) mengklarifikasi situasi saat ini (titik A) dan mengidentifikasi situasi alternatif yang dikehendaki; (titik B); (2) membuat jalan atau langkah yang harus dilakukan dari titik A ke B ( tugas yang harus dilakukan); (3) kesepakatan alokasi tugas bersama.
• Intervensi krisis. Kehidupan manusia menghasilkan banyak energi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah, kesulitan dan hambatan untuk kemajuan. Tugas pekerja sosial adalah membantu menolong menyalurkan energi secara positif sebelum mereka mulai dalam krisis.
• Konseling. Walaupun konseling mendalam cenderung terjadi dalam lembaga khusus, praktek pekerjaan sosial sering menggunakan unsur konseling dari sisi menolong orang memahami situasi mereka, perasaan mereka dan keputusan mereka.
• Manejemen Kasus. Hal mencakup pengawasan penyediaan paket pelayanan untuk individu dalam masyarakat yang membutuhkan penyediaan pelayanan kelembagaan.
• Advokasi. Menjadi pembela meliputi mewakili kepentingan orang yang mereka tidak dapat melakukan sesuatu untuk mereka sendiri.
• Mediasi. Hal ini mengacu pada kerja pertolongan bagi faksi-faksi untuk berekonsiliasi tentang perbedaan dengan memelihara keadaan netral diantara mereka.

James Whittaker menggambarkan tentang perbedaan metode intervensi mikro dan makro yang digunakan dalam proses pertolongan pekerjaan sosial. Ilustrasi kedua intervensi tersebut adalah sebagai berikut :

Sistem Klien

Intervensi Makro:
Ketetanggaan, Organisasi Formal, Masyarakat.
Intervensi Mikro:
Individu, Keluarga, dan Kelompok.

Tujuan
Intervensi Makro:
Perubahan dalam organisasi dan masyarakat.
Intervensi Mikro:
Meningkatkan fungsi sosial, mengurangi masalah sosial, pada individu, keluarga dan kelompok.

Strategi Perubahan
Intervensi Makro:
Pengorganisasian Masyarakat, Aksi Sosial, Lobi, Koordinasi,Analisis Masyarakat.
Intervensi Mikro:
Konseling, Intervensi Krisis, Advokasi individu.

Pendekatan dalam melakukan intervensi masyarakat oleh Jack Rothman, Erlich dan Tropman (1995) di klasifikasikan kedalam 3 metode/ bentuk yaitu:
• Pembangunan masyarakat lokal (localitity development). Metode ini memberikan penekanan pada membangun kapasitas masyarakat, integrasi sosial dan solidaritas masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sosial. Intervensi ini dilakukan melalui memberikan kesempatan pada masyarakat untuk berpartisipasi luas dalam menentukan tujuan dan tindakan yang dilakukan.
• Perencanaan Sosial. Metode ini merupakan stategi perubahan dasar dengan menggunakan data empiris untuk seperangkat tindakan dalam rangaka pencapaian tujuan tugas yang berfokus pada solusi masalah sosial, kepuasan dan kebutuhan sosial.
• Aksi Sosial. Pendekatan ini beranggapan bahwa ketidakberuntungan pada segmen tertentu dalam masyarakat sehingga perlu diorganisasikan dalam rangka membuat tuntutan peningkatan sumber dan perlakuan adil dalam masyarakat. (Nhr12022002)

Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!