Jumat, 22 Juni 2012

Oleh: DR. Dimitri Mahayana Pengamat Sosial (Dosen Jurusan Teknik Elektro ITB)
Geger harga gabah akhir-akhir ini tidak lepas dari globalisasi yang memihak dan keinginan primordial kapitalisme Barat untuk mengakumulasikan the wealth of nations  (kekayaan-kekayaan bangsa-bangsa) di seantero dunia untuk kepentingan their nations (bangsa-bangsa mereka). Skenarionya sederhana, mekanisme pasar bebas membuat mungkin bagi korporasi-korporasi multi nasional untuk merekayasa harga gabah turun. Bila harga gabah turun,petani Indonesia kalang kabut. Akhirnya terpaksa sebagian dari mereka berbondong-bondong mencari profesi lain. Di sini, berbagai Multi National
Corporation yang membutuhkan tenaga kerja murah dapat melakukan berbagai kegiatan manufakturnya di Indonesia dengan harga tenaga kerja yang teramat murah. Karena mereka telah memiliki supply calon tenaga kerja yang tidak mempunyai lagi pilihan dan bargaining position . Supply calon tenaga kerja dalam jumlah besar, akan mengikuti hukum kompensasi ala David Ricardo,para tenaga kerja mau tidak mau rela menerima upah yang di bawah KHM (Kebutuhan Hidup Minimal),  hidup segan mati tak mau..
        Apakah kita saat ini telah benar-benar merdeka? Dan apakah para penjajah dari Barat yang telah malang melintang menyedot seluruh kekayaan dunia dalam lima abad terakhir ini benar-benar kini telah sadar dan benar-benar secara hakiki menjadi orang yang paling beradab, bahkan menjadi pembela paling gigih dari Hak Azasi Manusia ? Benarkah mereka ingin memperjuangkan
liberty, equality dan egality dalam arti yang sesungguhnya?
        Pertanyaan pertama dapat dijawab dengan mudah, secara de jure kita telah lima puluh lima tahun merdeka. Namun secara de facto, jelas kita belum merdeka untuk menentukan nasib kita sendiri. Apabila di Jepang untuk proteksi petani dapat dibuat aturan pajak impor 400 % dari harga, kenapa untuk memperoleh pajak impor 40 % dari harga gula saja kita mesti mengemis-ngemis dulu ke pihak asing? Bagaimana  pula dengan proteksi harga gabah, untuk kelangsungan kehidupan para petani kita?
        Kini ide globalisme dengan proposisi utama “globalisasi meniscayakan ketidakmungkinan kita untuk menolak keterkaitan global, nilai-nilai global dan kepentingan global” telah menjadi suatu hegemoni. Sebuah hegemoni,menurut Antonio Gramsci, membuat pihak-pihak yang sebenarnya terjajah malahan mengakui superioritas yang menjajah, dan secara sukarela membiarkan diri mereka dijajah. Selain itu , malahan hegemoni membuat pihak yang terjajah mati-matian mempertahankan kepentingan para penjajah.
        Ada empat serangkai yang menciptakan hegemoni kapitalisme global.Pertama, korporasi-korporasi raksasa dunia yang kapitalis , paling tidak demikianlah menurut David C. Korten, dalam “When Corporations Rule The World”. Dalam simbolisme agama, ini disimbolkan oleh Qarun. Kedua, para penguasa dunia, dalam hal ini adalah  Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa yang terkait. Dalam simbolisme agama, ini disimbolkan oleh Fir’aun.Ketiga, para teknokrat, yakni yang telah merancang berbagai sistem globalisme untuk dan demi kepentingan Barat. Sistem ini mengandung PBB dengan Dewan Keamanannya, yang sering bertindak sangat tidak adil.Bandingkan misalnya masalah Kashmir yang sudah lima puluh tahun dengan referendum Timor Timur yang baru lalu. Sistem ini juga mengandung World Bank, IMF, jaringan bank-bank besar di Barat. Uang-uang yang dikumpulkan melewati para penindas di seluruh negara dunia ketiga melewati Bank Swiss misalnya, akan dipinjamkan lagi menjadi utang-utang yang mengikat dan akhirnya merampas kemerdekaan bangsa-bangsa dunia ketiga. Demikian juga uang-uang yang dikumpulkan melalui berbagi perusahaan asuransi tingkat dunia. Agama (khususnya Islam) telah memperingatkan ; haramnya riba . Demikianlah Tuhan Yang Maha Kasih sebenarnya melindungi ummat dan masyarakat dari penjajahan dan perbudakan dan ketergantungan , yang merupakan sifat hakiki dan akibat langsung dari riba. Hak Kreatifitas Intelektual , - suatu hukum global baru yang sampai diperjuangkan mati-matian oleh Bill Clinton dalam konferensi APEC di Bogor 1994- telah berubah menjadi alat teknokrat globalisme yang kurang masuk di akal. Tempe telah dipatenkan di Amerika , sehingga bila kita akan mengekspor tempe ke Amerika kita mesti ijin kepada yang memiliki patennya dan membayar hak ciptanya. Demikian pula batik Pekalongan dan karya-karya seni yang demikian hebat dari Bali, - si Pulau Dewata yang memiliki kekayaan antropologis tak terhingga. Para teknokrat ini , dalam simbolisme agama,adalah Haman sang teknokrat.
        Kelengkapan dari empat serangkai yang menegakkan hegemoni kapitalisme global adalah para intelektual. Dalam simbolisme agama ini adalah Bal’am,yang merupakan figur ulama yang memihak para penindas. Dikembangkan secara besar-besaran wacana-wacana yang memandang dunia dan masyarakat yang penuh kebinekaan ini dengan kacamata tunggal. Yakni globalisasi. Toffler, Naisbitt, Ohmae, dan banyak pemikir lain. Globalisasi, dalam arti lenyapnya batas-batas antar negara, dianggap sebagai keniscayaan alamiah yang tidak pernah mungkin dapat ditolak lagi. Sebagaimana air jatuh ke bumi karena ditarik gravitasi bumi, teknologi modern, - khususnya -,teknologi informasi dan komunikasi menjebol batas-batas antar negara.Tidak ada lagi kendali pemerintah atas segala hal di masyarakatnya. Para pemikir dan intelektual mengeluarkan serangkaian teori-teori dan pandangan yang seolah-olah tidak memiliki alternatif lain.
        Teori pertama, bahwa ekonomi global akan dan pasti akan mengatasi seluruh halangannya, baik halangan politis, geografis dan lain-lain. Tidak mungkin sama sekali untuk memiliki “keragaman ekonomi”, dan berani “berbeda” dengan “ekonomi global”. Amerika Serikat dan para pendukungnya, - melalui WTO-, menekan seluruh negara untuk melakukan liberalisasi ekonomi. Dan mereka merasa berhak untuk marah besar kepada Mahathir Mohammad yang menolak menandatangani kebebasan berinvestasi 100 % bagi para investor asing. Salah satu ungkapan yang menjadi dalil bagi orang para pendukung wacana ini adalah seperti, “ runtuhnya tembok Berlin menunjukkan, kekuatan politik apa pun akan tunduk pada kepentingan ekonomi (global).”
        Teori kedua, bahwa satu-satunya sistem yang cocok bagi seluruh ummat manusia di dunia adalah sistem pasar bebas . Pasar bebas harus
direalisasikan di seluruh negara. Dipercaya bahwa bila pasar bebas ini
terjadi akan ada “tangan-tangan gaib” (invisible hands) yang membuat
mekanisme pasar memberikan yang terbaik untuk masyarakat manusia di dunia. Setidaknya demikianlah konsep pasar bebas kapitalis yang diilhami oleh “The Wealth of Nation” dari Adam Smith.
        Teori ketiga, teori-teori desentralisasi, deinstitusionalisasi, dan berbagai dugaan-dugaan managerial yang diangkan menjadi satu trend niscaya yang mesti diikuti. Otonomi perguruan tinggi misalnya, adalah satu dari agenda desentralisasi ini. Dan apakah otonomi perguruan tinggi , yang juga merupakan permintaan langsung pihak “global” pada Indonesia, tidak malah akan mengorbankan “modal intelektual” perguruan-perguruan tinggi Indonesia di altar ketergantungan pada pihak-pihak asing yang tentu siap memberikan “dana-bersyarat” pada mereka?
        Keempat serangkai ini, korporasi-korporasi raksasa dunia, para penguasa dunia (bangsa adidaya), sistem –sistem perekayasa dunia (mulai dari Bank-Bank kelas dunia hingga Hak Kreatifitas Intelektual) maupun para intelektual, telah berhasil mendirikan hegemoni global kapitalisme dunia.Hegemoni memiliki pengaruh yang kuat sehingga, kita bisa melihat berbagai dampaknya dalam fraktal-fraktal kasus-kasus di bawah ini;
       Hegemoni budaya,  dengan segala seginya (TV, media massa dll) dapat
dilihat dengan hancurnya budaya-budaya lokal secara amat cepat. Generasi muda kita jauh lebih mengenal Michael Learns To Rock dan Backstreet Boys ketimbang tembang Ilir-Ilir, lagu – lagu kawih Sunda, dan berbagai kebudayaan – kebudayaan daerah kita yang memiliki nilai seni amat tinggi. Kaum Muslim Melayu kini lebih akrab dengan tulisan latin dan bahasa Inggris, ketimbang huruf Arab-Melayu (pego) dan bahasa Arab. Gerald Celente, pendiri Trends Research Institute, dalam bukunya “Trends 2000” menjelaskan bahwa bahasa Inggris mencapai daya jangkau yang tidak pernah dicapai oleh bahasa apa pun di dunia, dan kenyataan ini memberikan suatu kekuatan budaya yang tidak ternilai bagi bangsa Amerika.
            Hegemoni ras barat terhadap kulit berwarna, yang dapat dilihat dari
banyaknya kasus perbedaan gaji yang luar biasa antara kulit putih maupun orang asing dengan orang Indonesia asli. Kasus PAM Jaya yang cukup merebak dengan gaji orang-orang asing di sana mencapai angka hampir duaratus juta rupiah sebulan, dan gaji karyawan pribumi Indonesia hanya seperdelapanpuluhnya atau bahkan seperduaratusnya menunjukkan suatu hal; dalam hegemoni ras Barat, persamaan memiliki arti “perbedaan gaji sampai skala ratusan untuk pekerjaan yang nilai keahliannya hampir sama harus dapat diterima, bila orang Barat lah yang memperoleh gaji ratusan kali orang pribumi Indonesia”.
            Hegemoni ekonomi global. Dalam upaya pemerintah saat ini untuk mengamankan ekonomi nasional, ada kesan pemerintah lebih fasih untuk melayani kepentingan ekonomi “global” yang merepresentasikan orang-orang asing ketimbang kepentingan rakyatnya. Kekuatan ekonomi asing  ikut campur menentukan kenaikan harga listrik dan BBM. Mereka pun ikut campur dalam proteksi petani , padahal bangsa kita yang kebanyakan adalah petani. Tidak bisakah kita mandiri? Dalam memahami diri kita sendiri? Kekuatan ekonomi kita? Kekuatan sosial budaya kita? Tidakkah kita mesti mencontoh Malaysia dalam hal bagaimana ia dapat mempertahankan dirinya dalam krisis global 1997, yang amat mungkin merupakan strategi kekuatan kapitalisme global (salah satunya Soros) untuk menguasai seluruh “resources” di seantero dunia?
            Untuk memahami hegemoni ekonomi global ini , beberapa hal berikut dapat
direnungi.Apa yang telah dilakukan oleh orang-orang Barat selama tiga ratus tahun terakhir ini pada orang-orang Afrika? Selama perioda 350 tahun populasi Afrika tetap tidak berkembang dalam jumlah, sedangkan populasi dunia meningkat empat hingga lima kali. Masih terekam dalam kenangan kita,kapal-kapal , “yang mungkin lebih layak untuk mengangkut binatang”, yang mengangkut mereka untuk diperbudak di Amerika, 15-20 % diantaranya mati ditengah jalan . Di tambang-tambang mereka mesti bekerja amat keras , 12 hingga 16 jam sehari, sedangkan yang selain mereka hanya 8 jam sehari.
 
            Gerakan anti perbudakan, - mungkin adalah salah satu jasa Abraham Lincoln-, tapi mengapa gerakan ini berhasil? Ketulusan orang-orang Barat untuk mendukung gerakan anti perbudakan hingga sekarang “tidak ada lagi” perbudakan kurang dapat diterima, karena momen Revolusi Industri membuat perbudakan tidak lagi efisien. Apakah perbudakan dihapuskan karena nilai-nilai manusiawi, ataukah demi efisiensi, merupakan suatu hal yang masih dapat diteliti lebih lanjut dalam sejarah. Kenyataan seorang petenis besar Barat memperoleh berbagai masalah karena beristrikan seorang kulit hitam, masih dapat kita lihat dalam kenyataan kontemporer masa kini. Dalam perang dunia kedua, Perancis menggunakan 200.000 tentara Afrika yang berperang di pihak Perancis. Sedangkan orang-orang Eropa itu sendiri jarang pergi ke front-front peperangan. Kemakmuran apa yang ditinggalkan oleh orang Eropa dan Amerika dalam era pasca-perbudakan di Afrika?
            Data-data (tahun 80-an) menunjukkan , rata-rata penghasilan per kapita di negara “maju” (seperti Amerika) rata-rata US  $ 4,000, sedangkan di Afrika US $ 140. Kongo misalnya, US$  52 , bahkan Chad lebih kecil dari itu.Dalam hal konsumsi: konsumsi besi dan baja per orang di Amerika adalah 700 kg, sedangkan di Ethiopia, - sebuah negara yang sudah lama berperadaban-,besi dan baja hanya 2 kg per orang. Sepeninggal orang-orang Eropa dan Amerika, Afrika tak lebih adalah dataran tandus yang dipenuhi berbagai wabah dan kelaparan. Tembaga, berlian, emas, batu bara dan minyak Afrika pergi ke Eropa. Produk-produk industri Afrika yang baik dijual di pasar-pasar Eropa. Sesungguhnya kegemerlapan peradaban Amerika dan Eropa berdiri di atas darah orang-orang Afrika (juga Asia dan Amerika Latin).
            Apa yang kini terjadi dalam kasus Freeport, telah 1000 trilyun rupiah
lebih nilai barang tambang kita, - tanpa “sepeser”pun dinikmati oleh
saudara kita di Irian-, telah diangkut untuk membangun peradaban Barat.
Apa yang terjadi di perusahaan, seperti sepatu Nike: tenaga kerja dibayar amat murah untuk produksi sepatu Nike, tapi dengan aturan aneh, pabrik tidak boleh menjual langsung di pasaran nasional. Semua harus dijual dengan harga kira-kira US $ 10 ke korporasi global Nike. Dan korporasi itu akan menjualnya ke seluruh dunia dengan harga yang berlipat-lipat (mungkin lebih dari sepuluh kali lipat hingga dua puluh kali lipat). Berapapun keuntungan PT Nike, - juga Michael Jordan  yang memperoleh ratusan milyar bahkan trilyunan untuk mempromosikannya-, para buruh Indonesia di JABOTABEK hanya sekedar mempertahankan kulitnya menempel di tulang, -menerima gaji yang kurang lebih tak lebih sekedar UMR yang sangat mungkin memiliki nilai di bawah Kebutuhan Hidup Minimal. Kini Barat telah memperluas Afrika lama mereka menjadi Afrika, Asia dan Amerika Latin, dan karena Afrika tinggallah menjadi seonggok bangsa yang berebutan hidup di tanah tandus, Asia menjadi pilihan yang paling empuk.
            Bagaimana cara orang-orang Barat dan kekuatan hegemoni global menguasai
dan merampas kedaulatan bangsa-bangsa Dunia Ketiga?  Negara-negara besar seperti Cina, India, Indonesia, Afrika Barat, Mesir jatuh ke dalam jebakan ekonomi mereka. Statistik pada tahun 80- an menunjukkan utang negara-negara dunia ketiga pada mereka menjapai US $ 700 milyar
(kira-kira Rp 5.000 trilyun). Amerika Latin saja mencapai US $ 350 milyar.Dengan bunga 10 atau 5 % saja, berapakah mereka mesti membayar “bunga” hutang sebesar itu ? Sebuah negara seperti Brasil yang memiliki utang lebih dari US $ 80 milyar, mesti membayar US $ 8 milyar sebagai bunga pertahun bila bunganya 10 %. Maka kapan negara itu akan bisa berdiri di atas kakinya sendiri ? Pada tahun 1863 Tunisia meminjam 5,5 juta Franc dari perancis. Untuk sebuah kapal perang lama, kapal-kapal dan gaji staf-stafnya Perancis men-charge 3,5 juta Franc. Kapal ini ternyata tidak pernah digunakan, apalagi memberikan manfaat pada rakyat Tunis. Telah dicatat bahwa dalam tujuh tahun, hingga tahun 1870, utang Tunisia mencapai 350 juta Franc. Hasilnya? Tunisia tidak mampu membayar hutang itu. Sebagai konsekuensinya, Itali, Perancis dan Inggris membuat komisi bersama , dan setelah itu mereka ikut campur dalam menangani ekonomi Tunisia sebagai “Tunisia’s economic guardian”. Bagaimana dengan Maroko, dengan 67 million Frank mereka melakukan hal yang sama kepada Maroko. Dicatat pula dalam sejarah, utang Mesir pada saat itu (1863-1876) berlipat tiga puluh kali.
            Orang-orang Barat menawarkan proyek-proyek mega yang berteknologi
tinggi, - yang sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dunia ketiga. Kemudian mereka menawarkan pinjaman. Dengan sistem riba yang merupakan sifat esensial dari pinjaman ini, mereka menguasai dan
mengontrol negara-negara dunia ketiga. Sungguh, sekiranya orang-orang
menolak sistem bank dengan riba ini, - sebagaimana perintah Tuhan dalam
Islam-, mereka tidak akan terjebak dalam jebakan ekonomi Barat ini.
Bagaimana Soros mulai menanamkan kapitalnya di Astra dan mungkin akan
segera diikuti oleh berbagai perusahaan lain di Indonesia, - hal seperti inilah yang diinginkan oleh Barat. Yakni mengendalikan berbagai sumber kekayaan di seantero dunia, untuk kejayaan ras  kulit putih dan lebih spesifik lagi korporasi-korporasi mereka. Semangat dan spiritnya nampak persis dengan semangat kolonialisma. Namun kini jauh lebih lembut, tidak kentara dan jauh lebih kejam. Hegemoni global yang telah dibangun ,setidaknya saat ini, berhasil dengan gemilang.
            Mungkin kita dapat belajar dari kehidupan serangga, - sebagaimana dalam
AntZ dan A bug’s life. Ada sejenis serangga yang besarnya di antara lalat dan lebah. Serangga ini pada saat bertelur mematuk sejenis ulat, sehingga ulat tersebut pingsan. Ulat tersebut dibuat tidak mati, namun hiduppun tidak. Ketika telur-telur ini menetas, anak-anak serangga itu ramai-ramai memakan ulat yang sedang pingsan tersebut, tanpa merasa dosa sedikitpun, karena mereka tidak mengetahui (tidak melihat sendiri) saat ulat tersebut dipatuk. Ketika anak-anak serangga itu sudah besar dan mau bertelur,mereka mengulangi siklus yang sama. Benarkah bahwa kapitalisme global itu adalah sang serangga ; dan benarkah bahwa kita semua di dunia ketiga adalah ulat yang dipatuk,- yang dibuat hidup segan mati tak mau- yakni dipertahankan sebagai mediocre . Kapitalisme global tidak ingin membunuh Indonesia, karena mereka membutuhkan Indonesia , sebagai sumber berbagai resource dan kemakmuran  (baik tambang dan hal-hal alamiah maupun tenaga kerja murah) dan juga sebagai pasar yang luar biasa yang bisa membeli barang-barang produk mereka. Namun para kapitalis global juga tidak pernah akan merelakan Indonesia – dan negara dunia ketiga- menjadi semakin kuat dan menyaingi mereka: krisis Asia yang terjadi secara amat mendadak dan terasa tidak alamiah mungkin adalah rancangan dari para kapitalis global ini. Tengok pula  kasus Jepang yang ditekan oleh Amerika hanya karena ia melakukan proteksi terhadap ekonomi nasionalnya yang menguat terus.
            Semoga para wakil rakyat (MPR) yang sedang melakukan amandemen, dapat
memikirkan secara lebih bijak perlunya membuat pasal-pasal UUD baru yang lebih terperinci, yang lebih memperhatikan wacana-wacana globalisme dan globalisasi secara lebih luas dan tidak terjebak pada rancangan-rancangan kekuatan ketamakan global. Proteksi pada pertanian yang membuat kita mandiri dan tidak tergantung sama sekali ke pihak asing dalam hal makanan merupakan hal yang selayaknya dituangkan dalam UUD. Proteksi pada kepentingan-kepentingan nasional lain: membuat pasal-pasal yang menjadi fundamen kokoh bagi ekonomi nasional yang memihak pada yang lemah dan tidak membeo pada ideologi hegemoni pasar bebas juga selayaknya dipertimbangkan. Keberpihakan pada yang lemah yang merupakan spirit masyarakat beragama di Indonesia perlu diwujudkan dalam pasal-pasal yang nyata dan jelas dan tidak ambigu: % yang jelas bagi anggaran Pendidikan, kesanggupan pemerintah untuk menjamin biaya pendidikan masyarakat sampai tingkat tertentu, proteksi pada sumber-sumber daya alam dengan prioritas pada penduduk setempat, proteksi pada inisiatif-inisiatif pemberdayaan masyarakat yang benar-benar berdasar pada kepentingan masyarakat, bukan pada kepentingan asing. MPR juga perlu memikirkan secara serius pendistribusian wewenang, sehingga semua hal tidak tertumpu hanya pada presiden. Kompleksitas permasalahan untuk menghadapi kapitalisme global membuat terlalu riskan menumpukannya hanya pada presiden. Tidak ada salahnya misalnya, media massa seperti TV, Radio dan Koran langsung ada di bawah kendali MPR . Apakah kita akan terus menjadi “budak-budak” sebagaimana “budak-budak Afrika dahulu, ataukah merdeka dan dapat hidup layak sebagai bangsa yang merdeka, tergantung pada mereka,- para wakil yang menerima amanat dari rakyat. Bila para wakil rakyat dan pemerintah kembali kepada taqwa, menegakkan sistem yang Adil dan berpihak pada para dhu`afa dengan niat lillahi ta’ala, dan kembali pada jati diri masyarakat kita sendiri dalam menentukan berbagai kebijakan, seraya membebaskan diri dari berhala globalisme , insya Allah, Tuhan akan menolong bangsa kita dan
membimbingnya menuju masyarakat yang adil dan menyempurna. Dalam keadaan yang demikian rumit ini, tidak ada harapan dan daya lain bagi bangsa kita kecuali kembali kepada Allah, seraya memohon pertolongan dan petunjuk Nya. Niscaya, akan kita temui bahwa Allahlah sebaik-baik penolong.
 



V FOR VENDETTA (KOMIK)

Pada bagian depannya, Alan Moore mengakui novel V for Vendetta dipengaruhi oleh 1984. Perbedaannya, ketika 1984 diinspirasi oleh komunisme, V for Vendetta dipengaruhi oleh Hitler dan Nazi. Ketika tujuan Ingsoc adalah sekedar berkuasa tanpa basa-basi, tujuan Norsefire lebih tampak kabur, yaitu dengan menciptakan situasi yang diinginkan masyarakat, kehidupan religius yang jauh dari sampah-sampah seperti ras lain, homoseksual, pelacuran, dan pemeluk agama lain.

Perbedaan lain adalah ketika Big Brother dan IngSoc begitu kuat dan begitu tidak manusiawi di 1984 sehingga tak ada seorangpun yang mampu mempengaruhi rakyat, maka di V for Vendetta, tokoh-tokoh partai Norsefire seperti Adam Susan dan Eric Finch, digambarkan sebagai manusia biasa yang mempunyai ambisi, kepercayaan, dan kesedihan. Ketika di 1984, jurang kekayaan antara kaya dan miskin tidak begitu nampak, jurang kekayaan antara kaya dan miskin sedikit nampak di V for Vendetta walau jurang tersebut tidak begitu lebar sehingga tidak cukup untuk menimbulkan pemberontakan tapi cukup untuk mendorong Evey Hammond ke dalam pelacuran.

Cita-cita V dalam V for Vendetta mirip dengan cita-cita Winston Smith dalam 1984, yakni kebebasan dan kehancuran pemerintahan. Bedanya, ketika Winston Smith hanya sekedar manusia biasa yang tidak sanggup melawan secara terus terang, V menjadi persona yang menggemparkan kota Inggris melalui pemboman dan pembunuhan-pembunuhan tokoh politik. Namun baik V dan Smith tidak perduli seperti apakah Inggris setelah perjuangan mereka berhasil. V bahkan tidak perduli, seperti apa pemerintah baru setelah lawannya, status quo berhasil dihancurkan. Baginya, kerusuhan di seluruh Inggris merupakan bukti bahwa misinya, mencerdaskan masyarakat Inggris untuk berkata tidak pada totaliarisme.

Ironisnya, dalam usahanya mencerdaskan rakyat, V menggunakan senjata yang sama dengan yang digunakan oleh lawannya: Propaganda. Dengan memanfaatkan pos-pos proganda lawan seperti Jordan Tower. Di buku terakhirnya, V bahkan tega menyiksa gadis kecil yang ia tolong di buku pertama agar si gadis bersedia mendukungnya sepenuh hati.



EQUILIBRIUM
Equilibrium adalah film yang terlupakan. Ketika pemeran utamanya, Christian Bale, sukses dalam Batman Begins, film ini sama sekali tidak pernah disebut oleh para peresensi. Seakan-akan film ini tidak layak tonton dan bahkan dianggap tidak ada. Di Indonesia pun, sebelum menonton filmnya, sebuah majalah terkemuka di bidang film sudah menghakimi film ini sebagai "penjiplak".

Tuduhan penjiplak bukannya tanpa dasar, karena pakaian para tokoh di film ini yang tampak rapi dan berjubah panjang mengingatkan calon penonton terhadap Trilogi Matrix yang beken. Publisitas film ini pun tak ragu-ragu menggunakan nama "The Matrix" sebagai promosi. Padahal, walau sama-sama berbentuk distopia, seandainya publisitas film ini tidak mengaitkan diri dengan nama beken The Matrix, niscaya film ini bisa lebih dihargai, apalagi dengan topik yang jauh berbeda.

Equilibrium, seperti fiksi-fiksi lain yang diceritakan dalam film ini, adalah distopia di mana pemerintah bertindak kejam terhadap rakyatnya. Berbeda dengan distopia yang sudah disebutkan sebelumnya, selain propaganda, rakyat juga diwajibkan menyuntikkan Prozium, obat yang berfungsi untuk menekan emosi. Dalam bagian awalnya, dijelaskan bahwa Prozium juga yang menyebabkan Tetragrammaton berkuasa di satu-satunya kota yang bertahan di ambang kehancuran dunia. Dengan keberhasilan mereka mencegah emosi, perang yang biasa terjadi karena ambisi dan emosi bisa dicegah. Pemerintah Tetragrammaton juga mengambil langkah lebih jauh dengan menghancurkan barang-barang yang dapat memicu emosi seperti buku sastra, lukisan, ataupun musik.

Seperti 1984, tokoh pemberontak di Equilibrium berasal dari kelompok partai tersebut. Namun ketika Winston Smith hanyalah sekedar pekerja rendahan, John Preston adalah pejabat kelas tinggi dalam partai yang juga sudah terlatih beladiri secara mahir sehingga seperti halnya V dalam V for Vendetta, Preston mampu untuk memberi perlawanan yang cukup ampuh.

Situasi Kota Libria dalam Equilibrium sebenarnya bisa digolongkan sebagai Utopia. Masa depan dalam Equilibrium adalah masa depan yang damai, tanpa perselisihan, sehingga tentram. Pertanyaannya, apakah manusia bersedia untuk hidup damai dengan mengorbankan emosi mereka? Beberapa manusia yang tidak mau mengorbankan emosi mereka inilah yang akhirnya memberontak dan dikenal sebagai Sense-Offender.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!