Sabtu, 16 Juni 2012


Nasib Buruh Setelah Seratus Hari Pemerintahan Gus Dur - Mega
Oleh: Muchtar Pakpahan
Ketua Umum SBSI
 
Saya adalah bagian rakyat Indonesia yang bersyukur kepada Tuhan karena berbahagia atas terpilihnya Gus Dur dan Mega sebagai Presiden dan Wakil Presiden negara Republik Indonesia. Kebahagiaan saya itu akan saya wujudkan dalam bentuk dukungan. Itulah janji saya, tetapi sebagai seorang sosial demokrat, dukungan saya adalah dukungan kritis. Saya akan mendukung semua kebijakan kedua pemimpin tersebut. Tetapi kebijakan yang saya anggap keliru, saya akan kritik untuk mengingatkan.
Dua hari setelah Presiden mengumumkan susunan kabinet, saya menemui Presiden dan menyampaikan kritik menyangkut susunan kabinet yang terlalu banyak dan beberapa menteri yang menimbulkan kesan negatif. Jawabannya sama dengan yang tertulis di mass media, "Saya mendapat jaminan dari Akbar Tanjung, Amin Rais dan
Wiranto", tetapi kemudian Presiden minta diberi waktu 100 hari. Demikianlah, selama 100 hari ini, saya memberi dukungan dan melakukan kritik.
Sekarang setelah 100 hari, saya menyampaikan pendapat saya sebagai dukungan kritis, dari perspektif kehidupan buruh.
Saya berani mengatakan, mayoritas buruh dalam pemilihan umum 1999 adalah memilih PDI-Perjuangan, dengan harapan Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden. Dan buruh pun bergembira ketika PDI-P memenangkan pemilihan umum walaupun tidak mayoritas.
Kemudian Tuhan menentukan lain melalui SU-MPR 1999. Indonesia mendapatkan komposisi terbaik, Gus Dur sebagai Presiden dan Megawati sebagai Wakil Presiden. Menyaksikan ini spontan buruh bersukaria. Tetapi seminggu kemudian, sebagian besar buruh setidaknya yang di SBSI langsung berdukacita karena mengetahui dalam susunan kabinet, Menteri Tenaga Kerjanya adalah Sdr. Bomer Pasaribu.
Setelah 100 hari usia kabinet (21 Oktober 1999 - 3 Februari 2000), saya berkesimpulan "harapan-harapan perbaikan nasib buruh ternyata masih jauh". Argumen saya sebagai berikut:
Kasus-kasus perburuhan yang bersumber dari Labour Right dan keterlibatan aparat belum berubah:
a). Sejak tanggal 17 Desember 1999, Ketua DPC SBSI Sungai Kampar Riau Kasper Sibuea dan Ketua PK/PT RAPP Tulus Sihombing di Riau masih ditahan. Sudah dua kali saya membicarakan hal itu dengan Kapolri, tiga kali dengan Menkopolkam, dan satu kali dengan Panglima TNI, tetapi teman saya tetap ditahan. Anehnya, menurut Prof DR Tabrani Rabb, teman saya ini tidak bisa dibebaskan polisi atas permintaan pihak RAPP yang pemiliknya Tanato yang juga pemilik Indorayon yang terkenal andal dengan backing-nya.
b). Kerjasama aparat keamanan-pengusaha dan preman kadang-kadang dengan FSPSI masih berlangsung. Sebagai contoh, di Nov-Hotel, Manado kerjasama AL-POLRI dan Pengusaha. Di PT Vico Muara Badak, kerjasama POLRI dan FSPSI. Di PT Gajah Tunggal, Tangerang kerjasama POLRI dan Pengusaha. Di PT Tongyu dan Aneka Garmen, Jakarta Utara kerjasama aparat-preman dan SPSI-R. Di Citra Taksi dan Mayasari Bakti, keterlibatan AL-Marinir. Di PT TJWI, Jambi, Koramil berkantor di dalam perusahaan. Di banyak perusahaan di Sumatera Utara, sarat dengan intimidasi dari preman.
c). Spontan mem-PHK diri. Banyak buruh yang sudah lama di PHK karena menjadi anggota SBSI. Seperti PT TJWI, PT Tongyu, PT Aneka Garmen, Novhotel, Gajah Tunggal, RAPP, Sungai Budi Group, Mayasari Bhakti dan ratusan lainnya. Mereka bertahan karena ada harapan melihat hasil pemilu.Begitu Bomer Pasaribu jadi Menaker, mereka tegang dan itu pun saya sampaikan kepadanya. Kami lalu sepakat, bahwa Sdr Bomer Pasaribu akan segera mengunjungi perusahaan-perusahaan bermasalah. Tetapi kemudian Sdr Bomer Pasaribu membatalkannya, dengan alasan "akan diselesaikan Kandepnaker setempat". Karena kebijakan tersebut, buruh-buruh di Tongyu, Aneka Garmen, TJWI, dll mengundurkan diri, sementara yang lain masih terus bertahan. Jadi kenyataannya Sdr Bomer Pasaribu tidak pernah mengunjungi yang bermasalah. Salah satu contoh jelas, misalnya ketika tanggal 28 Desember 1999, Sdr Bomer Pasaribu berada di Medan untuk menghadiri penyerahan bonus di PT Socfindo, tetapi Sdr Bomer Pasaribu tidak peduli sedikit pun terhadap buruh yang sudah mogok berbulan-bulan di PT Intan Group yang hanya berjarak 300 meter dari Socfindo.
d). Peran Serikat Buruh menstabilkan ekonomi dan politik. Di beberapa negara yang kuat Sosdemnya seperti Inggris, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Prancis, Italia, Swedia, Finlandia, Norwegia dll, ada kecenderungan melibatkan Serikat Buruh di setiap pengambilan kebijakan penting pemerintahan terutama di bidang ekonomi. Bila Perdana Menteri atau Presiden berkunjung ke negara lain untuk membangun kerja sana ekonomi mereka selalu mengikutsertakan pengusaha dan Serikat Buruh. Dengan cara diplomatis, hal itu saya sampaikan kepada Presiden Gus Dur ketika beliau bersilaturahmi dengan sahabat-sahabatnya pada tanggal 20 Desember 1999.
Tanggal 18 Januari 2000, saya mendapat telepon dari protokoler Istana, bahwa saya dimasukan dalam rombongan Presiden, mengunjungi 11 negara (Arab Saudi, Swiss, Inggris, Prancis, Belanda, Jerman, Cheko, Italia, Korea Selatan, India, dan Thailand). Saya mengatakan setuju dan untuk mengetahui peran saya, saya minta agenda program. Oleh protokoler dijawab "rahasia", dan akan diserahkan di pesawat. Ketika di pesawat, saya mendapat fakta bahwa saya tidak mempunyai peran apapun kecuali sebagai penggembira saja. Pertama, saya disebut sebagai peserta tambahan. Kedua, tempat duduk saya di belakang, terpisah dari rombongan. Urutan tempat duduknya adalah: Urutan pertama, rombongan Presiden (Menteri, Dirjen, DPR dan Pengawal). Urutan kedua, para pengusaha/pengurus Kadin, seperti Sofyan Wanandi, Aburizal Bakri, Fadel Muhammad, dll, kurang lebih 30 orang. Urutan ketiga, wartawan, Staf Istana dan penggembira seperti saya ini. Menyaksikan ini, saya saat itu juga berkeinginan turun. Tetapi berkat usaha Sofyan Wanandi, saya dipindah ke depan sederajat dengan Sofyan Wanandi. Dua hari di Arab Saudi, tidak ada peran resmi saya, sementara saya tahu persis ada ribuan masalah TKW. Dua hari di Swiss, peran saya hanya diperkenalkan di tengah-tengah pengusaha kedua negara. Berangkat dari Swiss (Zurich) ke Inggris (London), saya dipindahkan kembali ke belakang, karena ada beberapa pengusaha yang bergabung di Zurich, seperti Aburizal Bakrie, Bintoro Wanandi dll. Dalam perjalanan Zurich - London, saya memutuskan lebih baik kembali ke tanah air. Malam itu, tanggal 1 Februari  2000 saya meninggalkan London dengan pesawat British Air. Padahal teman saya di Swiss dan London menanyakan apa tujuan saya ikut rombongan.
e). Kongres SBSI. Saya kira semua rakyat Indonesia mengetahui organisasi yang paling menderita di masa rezim Suharto adalah SBSI. Tiga meninggal, 289 orang pernah ditahan/dipenjarakan, mungkin ribuan yang pernah disiksa/dianiaya (karena terlalu banyak tidak sempat didata). Dua kali berkongres (1993 dan 1997), baru dibuka, pengurusnya ditangkap. SBSI akan mengadakan Kongres Nasional ketiga tanggal 25 April - Mei 2000, di Jakarta. Menurut rencana pembukaannya dilaksanakan di Balai Sidang dan akan dihadiri sekitar 75 pemimpin buruh dari seluruh dunia yang tergabung dalam ILO, diantaranya adalah Dirjen ILO, Sekjen WCL dan Sekjen ICFTU serta diharapkan dibuka oleh Presiden. Rencana ini sudah disampaikan baik tertulis maupun lisan sejak awal November 1999 kepada Presiden sekaligus mohon audiensi.
Pada tanggal 30 Januari 2000 pada kesempatan sarapan bersama (hanya berdua), saya mengingatkan tentang rencana kongres dan bahwa beliaulah yang membukanya. Gus Dur menjawab ia pada tanggal 25 - 26 April akan berada di Dili. Karena saya desak beliau menyatakan "Ke Dili urusan negara, ke SBSI itu urusan kecil". Saya kaget mendengar pernyataan itu, namun saya diam. Dan saya hanya bisa bertanya dalam hati, "Benarkah urusan buruh itu urusan kecil? Dan ke Dili urusan besar? Mudah-mudahan itu hanyanya sebuah statement spontan.
f). Mengatasi Pengangguran. Akibat krisis sejak 1997, kami memperkirakan ada 30 juta penganggur, termasuk yang lay off atau idle. Untuk mengatasi ini kami menyarankan program padat karya seperti  yang sudah dilakukan SBSI dengan prinsip yang padat karya pula. Dengan modal Rp 2.500.000,- perorang, dapat diciptakan satu lapangan kerja secara kolektif minimal 20 orang untuk kategori sustainable product. Dengan konsentrasi pada agrobisnis (termasuk hutan) dan maritim. Sedangkan para buruh terampil/ahli yang lagi lay off, kita kirim ke luar negeri sebagai saving hingga ekonomi Indonesia pulih kembali. Sementara pengiriman TKW/TKI yang unskilled ke Arab Saudi kita hentikan saja.
Yang jelas hingga 100 hari, belum ada tanda-tanda ada kebijakan menciptakan lapangan kerja.Seandainya saya dipercaya, dengan pinjaman lunak US$ 1 milyar, saya dapat menciptakan 2,5 juta lapangan pekerjaan untuk tahun 2000 ini.
g). Peraturan Menteri. Beberapa hari setelah Sdr Bomer Pasaribu menjadi Menteri Tenaga Kerja, kami bertemu dan sepakat dalam beberapa hal. Salah satu kesepakatannya adalah akan dikeluarkannya beberapa Peraturan Menteri yang berfungsi mencabut Peraturan Menteri yang tidak bersifat reformis, dan mengisi kekosongan hukum untuk memberi kepastian hukum sambil menyusun berbagai undang-undang baru. Untuk merancangnya dibentuk sebuah Tim bersama. Namun, hingga kini tidak pernah terwujud, mungkin karena kesibukannya menepis issu KKN Jamsostek.
h). Penghasilan Buruh. Sebagai pimpinan SBSI dengan ini saya menyampaikan "SBSI berkepentingan turut menciptakan negara stabil aman dan tenteram, dunia usaha kuat dan beruntung, sehingga selanjutnya rakyat buruh dapat menikmati kehidupan sejahtera".
Dalam rangka itu saya menyarankan beberapa hal:
1. Mereorganisasi Kabinet.Jika pengurangan anggota kabinet tidak dimungkinkan lagi, paling tidak kita bisa menempatkan orang yang memiliki track record positif. Dari pengalaman kerjanya di masa lalu, ia memiliki wawasan yang konsisten, konsekwen, nasionalis dan berhati tulus/jujur buat rakyat dan bangsa.
2. Tentang TNI dan Polri.Bersihkan TNI dari oknum yang masih terkait dengan Soeharto. Pisahkan Polri dari TNI dan dudukkan Kapolri setingkat Menteri Negara seperti Panglima TNI.
3. Tentang Soeharto dan Kroninya. Tangkap, tahan dan adili Soeharto dan kroninya. Setelah terbukti, baru dimaafkan.
4. Tentang Menteri Tenaga Kerja. Menteri Tenaga Kerja harus mampu menempatkan diri sebagai Menteri Tenaga Kerja, seperti kesepakatan 1 November 1999.
5. Tentang Serikat Buruh. Perlakukan Serikat Buruh sebagai mitra pemerintah  dan pengusaha/KADIN serta Apindo sebagaimana berlaku di ILO. Jangan perlakukan buruh sebagai objek atau faktor produksi, melainkan sebagai subjek produksi.
6. Tentang Kongres Nasional III SBSI. Presiden KH Abdurrahman Wahid harus bersedia menghadiri pembukaan Kongres Nasional III SBSI, tanpa menghalangi kunjungannya ke Dili. Semua elemen bangsa hendaknya mengingat bahwa SBSI, Mahasiswa, dan LSM umumnya merupakan pihak terdepan yang menghadirkan reformasi.
Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan catatan penting. Saya menyadari bahwa kelancaran berkomunikasi saya dengan Gus Dur tidak semudah dulu lagi. Oleh karena itu, sebelumnya saya mohon maaf kepada Gus Dur baik sebagai Presiden maupun pribadi. Tujuan saya membuat tulisan ini adalah agar dibaca oleh teman-teman saya yang duduk di dalam kabinet seperti Alwi Sihab, AS Hikam, Laksamana Sukardi, Agum Gumelar, Marsilam Simanjuntak, Erna Witoelar, Bondan Gunawan, dan Marzuki Darusman, dengan harapan mereka akan menyampaikan kepada Presiden dan Kabinet terkait. Selain itu saya berdoa dan berupaya agar Gus Dur dan Megawati berhasil menetapkan sistem dan policy yang memperkokoh negara kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD'45, berhasil menciptakan stabilitas dan rasa aman, dan berhasil memperbaiki ekonomi rakyat. 
Selamat Gus Dur dan Megawati, rakyat masih berada di belakangmu.
3 Februari 2000.

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!