Disebut mendahului kebenaran apabila
pemikir telah menyimpulkan kebenaran sesuatu sedangkan ia belum sampai pada
titik kesimpulan yang sesungguhnya. Hasil pemikiran seperti itu tidak boleh
dijadikan hujah atau dalil dan belum boleh dikatakan sebagai akal yang benar.
Hal semacam itu banyak dialami oleh manusia sehingga ia merasa bahawa hasil
pemikirannya benar, padahalnya belum sampai pada titik kebenaran, tetapi baru
sampai pada tingkat bayang-bayang kebenaran. Memang ia seperti benar, tetapi
tidak benar dan hanya mirip benar atau benar menurut dugaannya sebagaimana
disebutkan dalam al-Qur'an Surah al-Kahfi ayat 103-104:
Bermaksud:"Katakanlah; Apakah akan kami
beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?.
Iaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya (menyangka diri
mereka benar)."
Adapun yang dimaksudkan dengan membelakangi kebenaran
adalah suatu pemikiran itu telah sampai pada kesimpulan yang haq(benar) tetapi
penyimpul itu melecehkan kebenaran.
Selanjutnya hasil pemikiran yang mendahului kebenaran
itu masuk dalam klasifikasi kebodohan (jahil), sedangkan hasil pemikiran yang
membelakangi kebenaran itu termasuk dalam klasifikasi pengingkaran (kufur).
Menurut tinjauan al-Qur'an akal adalah hujah atau
dengan kata lain merupakan anugerah Allah SWT yang cukup hebat yang dengannya
manusia dibezakan dari makhluk lain. Akal juga merupakan alat yang dapat
menyampaikan kebenaran dan sekaligus sebagai pembukti dan pembeza yang haq
(kebenaran) dan yang batil serta apa yang ditemukannya dapat dipastikan
kebenarannya asalkan persyaratan-persyaratan fungsi kerjanya dikawal dan tidak
diabaikan.
Marilah kita perhatikan dalil-dalil dari al-Qur'an
sebagai bukti ucapan di atas:
1.
al-Qur'an mengajak manusia untuk berfikir menggunakan akalnya sebagaimana
disebutkan dalam Surah al-Anfal: 22, yang berbunyi:
"Sesungguhnya binatang (makhluk) yang
seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekal dan tuli
(maksudnya manusia yang paling buruk di sisi Allah ialah yang tidak mahu
mendengar, menuturkan dan memahami kebenaran) yang tidak mengerti apapun."
Surah Yunus: 100, yang berbunyi:
"Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali
dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak
mempergunakan akalnya."
2.
Mengambil manfaat atau kesimpulan dari hukum sebab-akibat yang mana hukum
sebab-akibat itu harus didasari dengan pemikiran (menggunakan akal). Al-Qur'an
Surah Al-Ra'd: 11, yang berbunyi:
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran di muka dan dibelakangnya mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaannya yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Allah
SWT)."
3.
Al-Qur'an mengajak kaum Muslimin untuk mempelajari sejarah umat-umat terdahulu
dan mengambil suatu iktibar darinya serta merenungkan nasib yang menimpa
mereka. Hal ini menunjukkan pengertian yang jelas bahawa nasib yang menimpa
mereka itu mempunyai hukum sebab-akibat tidak terjadi secara kebetulan. Kalau
tidak demikian (tidak berdasarkan sebab-akibat) maka perintah Allah SWT tidak
ada manfaatnya. Al-Qur'an Surah al-Hajj: 45-46, berbunyi:
"Berapa banyaknya kota yang telah kami binasakan,
yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh
menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan
dan istana yang tinggi. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Kerana sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta itu adalah hati yang di dalamnya
dada."
4.
Falsafah hukum-hukum (penjelasan hukum-hukum berdasarkan pemikiran dengan
menggunakan akal) yang banyak terdapat di dalam al-Qur'an menunjukkan bahawa
al-Qur'an itu adalah "Hujjah." Al-Qur'an Surah al-Ankabut: 45, yang
bermaksud:
"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,
iaitu al-Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah solat. Sesungguhnya solat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar dan sesungguhnya mengingat
Allah (solat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).
Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Al-Qur'an Surah al-Baqarah: 183, yang berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa."
Ruang Lingkup Kerja Akal
Apabila perbahasan tentang hal-hal yang menyebabkan
kesalahan kerja akal telah kita fahami iaitu 5 faktor yang menyebabkan
seseorang itu gagal dalam mencari dan menemukan kebenaran tentang Allah SWT,
ciptaanNya, para Nabi dan Rasul, imam-imam yang diutuskanNya serta
ajaran-ajaran yang dibawa oleh mereka, maka selanjutnya kita membahas bagaimana
al-Qur'an menunjukkan objek-objek harian yang dengan mudah dapat membimbing
manusia kepada satu titik terang yang pasti iaitu iman. Objek-objek yang
disajikan al-Qur'an kepada kita adalah sebagai:
1. Alam dengan segala fenomenanya
Melalui jalan pemerhatian pancaindera dan kajian
(tajribah wal-mulahadhoh, manusia dapat mengenal Pencipta. Dengan kata lain
berpindah dari menyaksikan alam yang syuhud (alam nyata) kepada usaha pemikiran
hingga dapat membuktikan keberadaan Zat yang Ghaib iaitu Allah SWT. Al-Qur'an
Surah Yunus: 101 menyatakan yang bermaksud:
"Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit
dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang
memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman."
2. Pengkajian Sejarah
Dengan melihat peristiwa-peristiwa masa lalu ia itu
akibat dari orang-orang yang mendustakan Rasul-rasul maka kita dapat mengambil
iktibar untuk menentukan sikap kita pada masa kini dan masa depan. Lihat Surah
Ali-Imran: 137, yang bermaksud:
"Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu
sunnah-sunah Allah (yang dimaksudkan sunnah Allah disini ialah hukuman-hukuman
Allah yang berupa malapetaka, bencana yang ditimpakan kepada orang-orang yang
mendustakan rasul) kerana itu berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana akibat orang yang mendustakan (Rasul-rasul)."
3. Jiwa Manusia.
Merenung diri sendiri adalah satu cara efektif yang
dapat membawa manusia mengenal Penciptanya. Dengan kata lain apabila manusia
mengenal dirinya sendiri pasti ia akan mengenal Tuhannya. Al-Qur'an Surah
Fushilat: 53, menerangkan yang bermaksud:
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala penjuru dan pada diri mereka sendiri.
Sehingga jelaslah bagi mereka bahawa al-Qur'an itu adalah benar. Dan apakah
Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahawa sesungguhnya Dia menyaksikan segala
sesuatu."
TUGAS AKAL DALAM MENGENDALIKAN HAWA NAFSU
Akal memainkan peran penting dalam membatasi dan
mengendalikan hawa nafsu manusia. Ia juga berperan membantu manusia agar tidak
selalu memenuhi segala ajakan hawa nafsunya. Kata Aql atau aqqal dalam bahasa
arab mempunyai arti atau ‘ikatan’ dan ‘pembatasan’. Dan begitulah peran yang
harus diambil dalam menghadapi hawa nafsu manusia. Pengertian ini telah
disinyalir dari hadith Rasulullah Saww sebagai berikut:
Sesungguhnya akal merupakan pengikat kebodohan. Sedang
nafsu bak bintang yang sangat buas.[bihar ul anwar 1:117]
Imam Ali bin Abi Thalib as :
· Pikiran mu akan menunjukkan pada jalan yang rasyad.
[Ghirarul Hikam, karya al amudi 2:58]
· Jiwa memendam berbagai hasrat hawa nafsu. Dan akal
yang bertugas melarang dan mencegahnya. [Tuhaful Uqul, 96]
· Jiwa itu liar. Dan tangan-tangan akal lah yang akan
memegang kekangnya. [Ghurarul Hikam, karya al-amudi 2:121]
· Hati memendam berbagai hasrat jahat dan akallah yang
mencegahnya. [Ghurarul Hikam, karya al-amudi 1:109]
· Buah akal ialah benci dunia dan mengekang hawa
nafsu. [Ghurarul Hikam, karya al-amudi 1:323]
Peran yang dimainkan akal dalam kehidupan manusia
ialah menahan dan membatasi gerak laju hawa nafsu serta mencegah sikap
ekstremis dalam memenuhi segala tuntutan hawa nafsu. Besar kesempurnaan dan
kekuatan akal. Sebesar taufik yang dimiliki manusia dalam mengendalikan gerak
hawa nafsu.
Imam Ali as berkata: Akal yang sempurna akan mencegah
tabiat jelek. [Bihar ul anwar 78:9]
Artinya, menahan dan menundukkan hawa nafsu merupakan
tanda sehatnya akal.
Imam Ali as berkata:
· Peliharalah akal dengan menentang hawa nafsu dan
menjauhkan diri dari dunia [Ghurar ul Hikam, karya al amudi 1:345]
· Akal (yang sebenarnya) ialah yang menentang hawa
nafsu. [ Bihar ul Anwar 78:164]
· Barang siapa yang menjauhi hawa nafsunya maka akan
selamat/sehat akalnya. [Bihar ul Anwar 1:160]
Akal dan hawa nafsu sama-sama berperan vital dalam
hidup manusia. Hawa nafsu memotori siklus hidup manusia, sedang akal berperanan
sensitif dalam membatasi, mengendalikan serta mencegah hegemoni dan perusakan
hawa nafsu atas totalitas manusia.
Tugas agama sama dengan tugas akal dalam membatasi
hawa nafsu dan mengendalikan tindakan-tindakannya yang semena-mena. Visi kerja
akal dan agama sangat bersesuaian. Karena agama adalah fitrah. Allah berfirman:
“... ... ( tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus...” [Q.S. Rum 30]
Fitrah, yang menguasai manusia dan sepenuhnya di
terima akal itu adalah agama Allah yang dijadikan-Nya sebagai petunjuk bagi
manusia. Maka dari itu, agama menopang peranan akal dalam mengendalikan hawa
nafsu. Dilain pihak agama memerankan akal dalam mengendalikan hawa nafsu.
Sesungguhnya, akal dan agama ialah dua sisi dari satu mata uang.
Imam Ali as berkata: “Akal adalah syariat dalam
(internal) dan syariat adalah akal luar (eksternal).” [kitab al-syab, karya
syaikh muhammad taqi al-falsafi 1:365]
Imam Musa bin Ja’far as: “Sungguh Allah mempunyai dua
hujjah atas manusia; hujjah dhair dan bathin. Adapun hujjah yang tampak ialah
para rasul a.s , nabi a.s , dan imam a.s, sedangkan hujjah yang tersembunyi
adalah akal.” [ Bihar ul anwar, 1:137 ]
Dari Imam Shadiq as: “Hujjah Allah atas para hamba-Nya
ialah Nabi. Dan hujjah antara para hamba dan Allah adalah akal.”
TIGA PERAN AKAL
1. Mengenal Allah Ta’ala, ialah pangkal dan titik
tolak tugas akal.
2. Ketaatan mutlak kepada segala perintah Allah
Ta’ala. Mengenal rububiyah Allah dengan baik akan menghasilkan ketaatan dan
‘ubudiyah.
3. Takwa kepada Allah Ta’ala, yang merupakan sisi lain
deri ketaatan kepada Allah. Ketaatan kepada Allah mempunyai dua sisi:
o melaksanakan kewajiban
o mencegah diri dari keharaman
Takwa adalah mencegah jiwa dari hal ikhwal yang
diharamkan. Rasulullah bersabda: “Akal terbagi menjadi tiga bagian, dan barang
siapa yang menyandangnya maka sempurnalah akalnya, dan yang tidak dia tidaklah
berakal.”
1. Makrifat yang benar tentang Allah Ta’ala
2. Ketaatan yang mutlak kepada Allah Ta’ala
3. Kesabaran yang mendalam untuk menjalankan
perintah-Nya
[ Bihar Ul Anwar 1:106 ]
0 komentar:
Posting Komentar