Diketik ulang dari Brainwashed, Jakarta Extreme Fanzine, June’99, Issue #7.
Tan Malaka lengkapnya Ibrahim Datuk Tan Malaka menurut keturunannya ia termasuk suku bangsa Minangkabau. Pada tanggal 2 Juni 1897 di desa Pandan Gadang Sumatra Barat Tan Malaka dilahirkan. Ia termasuk salah seorang tokoh bangsa yang sangat luar biasa, bahkan dapat dikatakan sejajar dengan tokoh-tokoh nasional yang membawa bangsa Indonesia sampai saat kemerdekaan seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Moh.Yamin dan lain-lain.
Pejuang yang militan,
radikal dan revolusioner ini telah banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang
orisinil, berbobot dan brilian hingga berperan besar dalam sejarah perjaungan
kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia mendapat julukan
tokoh revolusioner yang legendaris.
Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik.
Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak
mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi
dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan
Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam
bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Syarekat Islam) untuk
menyusun suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis,
gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian
berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda
melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan
tegas bagi pesertanya.
Melihat hal itu Tan Malaka
mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai anak-anak anggota SI
untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak
jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia kapitalis
(berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan
lain-lain); kedua, memberikan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran
(hobby) mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki
nasib kaum kromo (lemah/miskin). Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI
Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga
sekolah itu semakin lama semakin besar.
Perjaungan Tan Malaka
tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada saat itu,
tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti yang
dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan
aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang
ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang
diterima oleh kaum buruh.
Seperti dikatakan Tan Malaka
pad apidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan
suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti mengalami
kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang
dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.
Pergulatan Tan Malaka dengan
partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya mempunyai hak untuk
memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan
vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di daerah kerjanya. Tan
Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, program dan
taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah
ditentukan di kongres-kongres Moskow diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan
demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari
keanggotaannya di PKI.
Sebagai seorang pemimpin
yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang saangat berat pada
pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian
memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso. Pemberontakan 1926 yang
direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi perjuangan
nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya
merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa daerah di
Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda dapat
mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang
disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digul Irian Jaya.
Peristiwa ini dijadikan dalih oleh
Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka,
sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat
berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.
Tan Malaka yang berada di
luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di
ibukota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan
Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun
sebelumnya Tan Malaka telah menulis “Menuju Republik Indonesia”. Itu
ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda.
Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Cina, April 1925. Prof. Moh. Yamin
sejarawan dan pakar hukum kenamaan kita, dalam karya tulisnya “Tan Malaka Bapak
Republik Indonesia” memberi komentar: “Tak ubahnya daripada Jefferson
Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya
tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina
pecah….”
Ciri khas gagasan Tan Malaka
adalah: (1) Dibentuk dengan cara berpikir ilmiah berdasarkan ilmu bukti, (2)
Bersifat Indonesia sentris, (3) Futuristik dan (4) Mandiri, konsekwen serta
konsisten. Tan Malaka menuangkan gagasan-gagasannya ke dalam sekitar 27 buku,
brosur dan ratusan artikel di berbagai surat kabar terbitan Hindia Belanda.
Karya besarnya “MADILOG” mengajak dan memperkenalkan kepada bangsa Indonesia
cara berpikir ilmiah bukan berpikir secara kaji atau hafalan, bukan secara
“Text book thinking”, atau bukan dogmatis dan bukan doktriner.
Madilog merupakan istilah
baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan
dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia
sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta dan fakta adalah
lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme
yang pokok dan pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan
penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata
obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.
Bagi Madilog (Materialisme,
Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti, walau belum dapat
diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta sebagai landasan ilmu
bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum
dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana.
Semua karya Tan Malaka
danpermasalahannya dimulai dengan Indonesia. Konkritnya rakyat Indonesia,
situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan
bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata bangsa Indonesia
dengan latar belakang sejarahnya
bukanlah cara berpikir yang “text book thinking” dan untuk mencapai Republik
Indonesia sudah dicetuskan sejak tahun 1925 lewat “Naar de Republiek
Indonesia”.
Jika kita membaca
karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan,
politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran
(“Gerpolek”-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan kita temukan benang
putih keilmiahan dan keIndonesiaan serta benang merah kemandirian, sikap
konsekwen dan konsisten yang direnda jelas dalam gagasan-gagasan serta
perjuangan implementasinya.
Peristiwa 3 Juli 1946 yang
didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan
Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah
tahun. Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan
pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari
penjara akibat peristiwa itu.
Di luar, setelah
mengevaluasi situasi yang amat parah bagi republik Indonesia akibat Perjanjian
Linggarjati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi
Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan
Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta. Dan pada tahun 1949 tepatnya bulan
Februari Tan Malaka gugur, hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya
di tengah-tengah perjuangan “Gerilya Pembela Proklamasi” di Pethok, Kediri,
Jawa Timur.
Namun berdasarkan keputusan
Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Sukarno 28 Maret 1963
menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan Nasional. (Bek)
BERGELAP-GELAPLAH DALAM
TERANG, BERTERANG-TERANGLAH DALAM GELAP ! (TAN MALAKA)
0 komentar:
Posting Komentar