Enam tahun kemudian, ayahnya
dicopot dari posisinya sebagai pegawai dan dijebloskan di penjara karena
dituduh korupsi, sehingga Antonio bersama ibunya harus perpindah ke kota lain
dan hidup mereka menjadi agak sulit. Selama masih anak, dia jatuh dan menjadi
cacat, dan seumur hidup dia kurang sehat.
Sewaktu mahasiswa di Cagliari
dia menemui golongan buruh dan kelompok sosialis untuk pertama kalinya. Tahun
1911 dia mendapatkan beasiswa untuk belajar di Universitas Turino. Kebetulan
sekali Palmiro Togliatti, yang kelak menjadi Sekertaris Jendral Partai Komunis
Italia (PCI), mendapatkan beasiswa yang sama. Di Universitas tersebut Gramsci
juga berkenalan dengan Angelo Tasca dan sejumlah mahasiswa lainnya yang
kemudian berperan besar dalam gerakan sosialis dan komunis di Italia.
Pada tahun 1915 Gramsci mulai
bergabung dalam Partai Sosialis Italia (PSI) sekaligus menjadi wartawan.
Komentar-komentarnya di koran "Avanti" dibaca oleh masyarakat luas
dan sangat berpengaruh. Dia sering tampil berbicara di lingkar-lingkar studi
para buruh dengan topik yang beraneka-ragam seperti sastra Perancis, sejarah
revolusioner dan karya Karl Marx. Dalam Perang Dunia I, Gramsci tidak seteguh
Lenin atau Trotsky dalam melawan perang tersebut, namun pada hakekatnya
orientasinya adalah untuk mebelokkan sentimen rakyat ke arah revolusioner.
Aktivis dan intelektual muda ini
sangat terkesan oleh Revolusi Rusia tahun 1917. Seuasai Perang Dunia Gramsci
ikut mendirikan koran mingguan "Ordine Nuovo" yang memainkan peranan
luar biasa dalam perjuangan kelas buruh di kota Torino. Saat itu kaum buruh
sedang berjuang secara sangat militan serta membangun dewan-dewan demokratis di
pabrik-pabrik. Gramsci beranggapan bahwa dewan-dewan itu memiliki potensi untuk
menjada lembaga revolusioner semacam "soviet-soviet" di Rusia.
Sehubungan dengan
keterlibatannya dalam gerakan buruh, Gramsci memihak minoritas komunis dalam
PSI. Partai Komunis yang muncul waktu itu merupakan pecahan dari PSI, dan
Gramsci menjadi anggota Komite Pusat partai tersebut. Selama 18 bulan (tahun
1922-23) dia merantau di Moskow. Tahun 1924 dia terpilih menjadi anggota
parlemen.
Pada tanggal 8 Nopember 1926
Gramsci tertangkap dan dipenjarakan oleh pemerintah fasis Mussolini. Jaksa
menegaskan bahwa: "Kita harus menghentikan otak ini untuk bekerja selama
20 tahun." Sejak saat itu selama 10 tahun dia meringkuk di penjara, dengan
sangat menderita karena keadaan fisiknya yang kurang sehat. Namun bertentangan
dengan harapan si jaksa fasis itu, masa sulit ini akan menjadi kesempatan untuk
Gramsci menulis karya Marxis tentang masalah-masalah politik, sejarah dan
filsafat yang luar biasa berbobot, dan yang terbit setelah Perang Dunia II
dengan judul "Buku-buku Catatan dari Penjara" (Prison Notebooks).
Sayangnya, rumusan-rumusan dalam
buku ini terkadang sulit ditafsirkan, karena Gramsci harus memakai bahasa yang
tidak langsung, bahkan memakai kata-kata sandi yang dapat diartiakan secara
berbeda-beda. Oleh karena itu, buku tersebut pernah diinterpretasikan sebagai
karya non-Leninis bahkan anti-Leninis. Pemikiran Gramsci didistorsikan oleh
kepemimpinan stalinis dari Partai Komunis untuk membenarkan strategi
parlementer mereka, dengan argumentasi bahwa Gramsi mempunyai sebuah strategi
yang beranjak dari sudut pandangan kelas buruh dan diktatur proletariat menuju
suatu orientasi lebih "kaya" dan lebih "luas". Kemudian
argumentasi yang sama digunakan bermacam-macam partai dan kelompok reformis di
seluruh dunia, yang suka mempertentangkan Gramsci dengan Lenin. Argumentasi ini
adalah salah.
*****
Sudah pada tahun 1918 Gramsci
menggambarkan para politisi reformis sebagai "sekawan lalat yang mencari
semangkok poding" dan setahun kemudian menegaskan: "kami tetap yakin,
negara sosialis tidak bisa terwujud dalam lembaga-lembaga aparatur negara
kapitalis … negara sosialis harus merupakan suatu penciptaan baru."
Ini sebabnya dia berpisah dengan
Partai Sosialis dan ikut mendirikan Partai Komunis. Meskipun dia masuk parlemen
sebagai taktik, pendapat Gramsci ini sama sekali tidak berubah seumur hidupnya.
Tulisannya terakhir sebelum
masuk penjara adalah Tesis-tesis untuk konferensi Partai Komunis di Lyons pada
tahun 1926. Di sini cukup jelas bahwa Gramsci tetap menganut jalan
revolusioner, melalui pemberontakan bersenjata kaum buruh. Dia menganalisis
kekalahan kelas buruh dalam perjuangan historis tahun 1919-20, dengan
menyatakan bahwa kekalahan tersebut terjadi karena "kaum proletariat tidak
berhasil menempatkan diri di kepala insureksi mayoritas masyarakat dalam jumlah
yang besar… malah sebaliknya kelas buruh terpengaruhi oleh kelas-kelas sosial
lainnya, sehingga kegiatannya terlumpuhkan." Tugas Partai Komunis adalah
mengajak kaum buruh untuk "insureksi melawan negara borjuis serta
perjuangan untuk diktatur proletariat".
Sudah sejak awal, Gramsci
melihat proletariat sebagai faktor kunci dalam revolusi sosialis. Itu sebabnya
dia terlibat dalam dewan-dewan pabrik di Torino pada tahun 1919-20. Fokus ini
marak pula dalam Tesis-tesis Lyons. Organisasi partai "harus dibangun
berdasarkan proses produksi, maka harus berdasarkan tempat kerja", karena
partai harus mampu memimpin gerakan massa kelas buruh, "yang disatukan
secara alamiah oleh perkembangan sistem kapitalisme sesuai dengan proses
produksi." Partai itu harus juga menyambut unsur-unsur dari golongan
sosial lainnya, tetapi "kita harus menolak, sebagai kontra-revolusioner,
setiap konsep yang membuat partai itu menjadi sebuah 'sintesis' dari pelbagai
unsur yang beraneka-ragam".
Tetapi bukankah Gramsci telah
mengembangkan sebuah analisis sosial tentang masyarakat kapitalis di barat yang
lebih canggih dan halus dibandingkan teori-teori Lenin? Memang begitu. Seperti
Rosa Luxemburg, Antonio Gramsci lebih mengerti seluk-beluk dunia politik dan
perjuangan sosial di Eropa Barat, sedangkan Lenin selalu berfokus pada
perkembangan-perkembangan di Rusia, sehingga kita dapat banyak belajar dari
tulisan-tulisan Gramsci.
*****
Namun kaum Stalinisis dan
reformis menjungkirbalikkan hal ini pula. Mereka memusatkan perhatian pada
sebuah kiasan yang dilakukan Gramsci antara strategi revolusioner dan militer.
Dalam "Buku-buku Catatan
dari Penjara" dia membedakan antara dua macam perang: "perang
manuver" yang melibatkan pergerakan maju atau mundur yang cepat; dan
"perang posisi", sebuah perjuangan panjang di mana kedua belah pihak
bergerak secara pelan-pelan, seperti di dalam parit-parit perlindungan selama
Perang Dunia I. Rumusan-rumusan ini diartikan para Stalinis dan reformis
sebagai berikut: pemberontakan Oktober 1917 di Rusia adalah perang manuver,
yang memang diperlukan dalam kondisi-kondisi primitif di sana; tetapi
kondisi-kondisi di Eropa Barat sudah lebih matang dan kompleks, sehingga
diperlukan sebuah strategi "perang posisi" -- baca strategi
parlementer dan perubahan gradual.
Semua ini omong kosong. Kedua
strategi itu bukan bertentangan melainkan komplementer. Di Rusia antara tahun
1905 dan 1917, kaum Bolshevik juga melakukan "perang posisi", dan
pendekatan yang sama dianjurkan mereka bagi partai-partai Komunis muda pada
tahun 1921, dalam bentuk "front persatuan". Atau jika kita mau
mengambil contoh Indonesia, para aktivis demokrasi telah menjalankan sebuah
perang posisi selama bertahun-tahun, tetapi begitu krismon meletus dan rezim
Suharto mulai bergoyang, mereka harus melakukan intervensi-intervensi radikal,
sampai akhirnya kaum mahasiswa menduduki gedung DPR. Dan di barat sebuah
"perang posisi" juga dibutuhkan sampai terjadinya krisis
revolusioner; tapi begitu krisis itu meledak, kita harus beralih ke
"perang manuver".
Rumusan-rumusan Gramsci tentang
"perang posisi" bersangkutan dengan teorinya tentang
mekanisme-mekanisme kekuasaan ideologis dalam masyarakat kapitalis. Kaum
penguasa tidak hanya berkuasa melalui alat-alat represif (polisi, tentara,
pengadilan). Sebenarnya alat-alat itu hanya bergerak dalam keadaan luar biasa,
seperti kriminalitas, kerusuhan, demonstrasi atau pemberontakan. Sedangkan
seorang buruh biasanya masuk tempat kerja saban hari, menurut undang-undang
yang ada, bahkan sering menghormati kaum penguasa … kurang-lebih tanpa paksaan
langsung. Dia dipaksa oleh kebutuhan ekonomis, tetapi juga menerima ide-ide
mendasar dari tatanan sosial yang ada, sehingga mematuhi undang-undangnya
secara "sukarela".
Gramsci mengembangkan sebuah
analisis yang canggih tentang mekanisme-mekanisme "hegemonis" ini,
yang memang lebih halus dan efektif di negeri-negeri maju. Sehingga
"perang posisi" bisa saja berjalan selama bertahun-tahun. Tapi ada
juga mekanisme-mekanisme hegemonis di Indonesia dan negeri dunia ketiga
lainnya; bukankah para aktivis kiri sering mengeluh tentang "kesadaran
palsu" massa rakyat Indonesia? Sehingga di sini pula, perbedaan antara
negeri-negeri maju dan dunia ketiga bukan sesuatu yang mutlak melainkan relatif
saja.
Jaksa fasis yang ingin
"menghentikan otak ini untuk bekerja selama 20 tahun" telah gagal.
Pemikiran Gramsci masih hidup dan berkembang. Namun pemikiran itu tidak boleh
disalahartikan: Antonio Gramsci bukanlah seorang reformis melainkan seorang
Marxis revolusioner.
0 komentar:
Posting Komentar