GERILYAWAN REVOLUSIONER YANG LEGENDARIS
Tan
Malaka –lengkapnya Ibrahim Datuk Tan Malaka—menurut keturunannya ia termasuk
suku bangsa Minangkabau. Pada tanggal 2 Juni 1897 di desa Pandan Gadang
–Sumatra Barat—Tan Malaka dilahirkan. Ia termasuk salah seorang tokoh bangsa
yang sangat luar biasa, bahkan dapat dikatakan sejajar dengan tokoh-tokoh
nasional yang membawa bangsa Indonesia sampai saat kemerdekaan seperti
Soekarno, Hatta, Syahrir, Moh.Yamin
dan lain-lain.
Pejuang
yang militan, radikal dan revolusioner ini telah banyak melahirkan
pemikiran-pemikiran yang orisinil, berbobot dan brilian hingga berperan besar
dalam sejarah perjaungan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih
maka ia mendapat julukan tokoh revolusioner yang legendaris.
Pada
tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik. Dengan semangat
yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan
pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun
(wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia
Belanda. Selain itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk
pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Syarekat Islam) untuk menyusun
suatu sistem tentang kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis,
gerakan-gerakan aksi komunis, keahlian
berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda
melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan
tegas bagi pesertanya.
Melihat
hal itu Tan Malaka mempunyai niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai
anak-anak anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan
pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata
pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa
Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memberikan kebebasan kepada murid
untuk mengikuti kegemaran (hobby) mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan;
ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum kromo (lemah/miskin). Untuk mendirikan
sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu
bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin lama semakin besar.
Perjaungan
Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada
saat itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan seperti
yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan
aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang
ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat adanya ketidakadilan yang
diterima oleh kaum buruh.
Seperti
dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh
untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila
nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya
untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.
Pergulatan
Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya
mempunyai hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak
untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di
daerah kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran
dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern
seperti yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskow diikuti oleh kaum
komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih
berat dari keanggotaannya di PKI.
Sebagai
seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang
saangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan
diri dan kemudian memutuskan hubungan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso.
Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh
diri bagi perjuangan nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu.
Pemberontakan 1926 hanya merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di
beberapa daerah di Indonesia. Maka dengan mudah dalam waktu singkat pihak
penjajah Belanda dapat mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik
ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang
dibuang ke Boven Digul Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan
dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka
perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran
besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.
Tan
Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan beberapa
temannya di Bangkok. Di ibukota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin
Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik
Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis “Menuju
Republik Indonesia”. Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di
Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon,
Cina, April 1925. Prof. Moh. Yamin sejarawan dan pakar hukum kenamaan kita,
dalam karya tulisnya “Tan Malaka Bapak Republik Indonesia” memberi komentar:
“Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika
Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan
Philippina sebelum revolusi Philippina pecah….”
Ciri
khas gagasan Tan Malaka adalah: (1) Dibentuk dengan cara berpikir ilmiah
berdasarkan ilmu bukti, (2) Bersifat Indonesia sentris, (3) Futuristik dan (4)
Mandiri, konsekwen serta konsisten. Tan Malaka menuangkan gagasan-gagasannya ke
dalam sekitar 27 buku, brosur dan ratusan artikel di berbagai surat kabar
terbitan Hindia Belanda. Karya besarnya “MADILOG” mengajak dan memperkenalkan
kepada bangsa Indonesia cara berpikir ilmiah bukan berpikir secara kaji atau
hafalan, bukan secara “Text book thinking”, atau bukan dogmatis dan bukan
doktriner.
Madilog
merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti
serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat
kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta
dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama adalah budi (mind),
kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam,
benda dan realita nyata obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang
pertama.
Bagi
Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti,
walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tapi jika fakta
sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan
secara rasional belum dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa,
mengapa dan bagaimana.
Semua
karya Tan Malaka danpermasalahannya dimulai dengan Indonesia. Konkritnya rakyat
Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu
diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Cara tradisi nyata
bangsa Indonesia dengan latar belakang
sejarahnya bukanlah cara berpikir yang “text book thinking” dan untuk
mencapai Republik Indonesia sudah dicetuskan sejak tahun 1925 lewat “Naar de
Republiek Indonesia”.
Jika
kita membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan,
kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran
(“Gerpolek”-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan kita temukan benang
putih keilmiahan dan keIndonesiaan serta benang merah kemandirian, sikap
konsekwen dan konsisten yang direnda jelas dalam gagasan-gagasan serta
perjuangan implementasinya.
Peristiwa
3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama
pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua
setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948
dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja
dari penjara akibat peristiwa itu.
Di
luar, setelah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi republik Indonesia
akibat Perjanjian Linggarjati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari
hasil diplomasi Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka
merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta. Dan pada
tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka gugur, hilang tak tentu rimbanya,
mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah perjuangan “Gerilya Pembela
Proklamasi” di Pethok, Kediri, Jawa Timur.
Namun
berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Sukarno
28 Maret 1963 menetapkan bahwa Tan Malaka adalah seorang pahlawan kemerdekaan
Nasional. (Bek)
BERGELAP-GELAPLAH
DALAM TERANG, BERTERANG-TERANGLAH DALAM GELAP ! (TAN MALAKA)
Diketik ulang
dari Brainwashed, Jakarta Extreme Fanzine, June’99, Issue #7. Email: brainwashed@fnmail.com.
0 komentar:
Posting Komentar